Tuesday, June 25, 2013

Puasa Ramadhan


بسم الله الرحمن الرحيم

HUKUM PUASA

Puasa Ramadhan adalah sebuah kewajiban yang jelas dalam kitab Allah, sunnah Rasulnya dan Ijma’ kaum muslimin. Allah berfirman yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian menjadi orang-orang yang bertaqwa (dalam) beberapa hari yang ditentukan. Maka barang siapa yang sakit diantara kamu atau sedang dalam keadaan bepergian, hendaklah ia menggantinya pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang-orang yang udzur (sehingga ia tidak kuat berpuasa), maka hendaklah ia membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin. Barang siapa yang bersedia membayar lebih, maka itu lebih baik baginya. Dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Puasa itu), dalam bulan ramadhan, menjadi petunjuk bagi manusia, memberi penjelasan petunjuk-petunjuk itu dan menjadi furqon (pemisah antara yang haq dan yang bathil). Barang siapa yang mengetahui sudah masuk bulan Ramadhan maka hendaklah ia berpuasa. Barangsiapa sakit atau dalam keadaan bepergian, ia boleh mengganti puasanya pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesusahan. Hendaklah kamu mencukupkan bilangan hari puasa dan me-Maha Besarkan Allah, karena Dia telah menunjuki kamu sekalian menjadi orang-orang yang bersyukur" (Al-Baqarah:183-185).

Rasulullah bersabda yang artinya:
"Dibangun Islam itu atas lima perkara, Syahadat bahwa tidak ada yang disembah dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, Haji Baitullah dan puasa ramadhan" (Muttafaq alaihi). Dan dalam riwayat Muslim: "Puasa ramadhan dan Haji ke Baitullah".

Sementara itu kaum muslimin berijma’ (bersepakat) akan wajibnya puasa Ramadhan. Maka barang siapa yang mengingkari kewajiban puasa Ramadhan, dia telah murtad dan kafir, harus disuruh bertaubat. Kalau mau bertaubat dan mau mengakui kewajiban syari’at tadi maka dia muslim kembali. Jika tidak, dia harus dibunuh karena kekafirannya.

Puasa Ramadhan wajib bagi setiap muslim yang telah aqil baligh dan berakal sehat. Maka puasa tidak wajib atas orang kafir dan tidak akan diterima pahalanya jika ada yang melakukannya sampai dia masuk Islam. Puasa juga tidak wajib atas anak kecil sampai dia aqil baligh. Aqil balighnya ini diketahui ketika dia telah masuk usia 15 tahun atau tumbuh rambut kemaluannya atau keluar sperma ketika mimpi. Ini bagi anak laki-laki, sementara bagi anak perempuan ditandai dengan haid (menstruasi). Maka jika anak telah mendapati tanda-tanda ini, maka dia telah aqil baligh. Tetapi dalam rangka sebagai latihan dan pembiasaan baiknya seorang anak disuruh untuk berpuasa, jika kuat dan tidak membahayakannya. Puasa juga tidak wajib bagi orang yang kehilangan akal baik itu karena gila atau penyakit syaraf atau sebab lainnya. Berkenaan dengan inilah jika ada orang yang telah menginjak dewasa namun masih tetap idiot dan tidak berakal sehat, tidak wajib baginya berpuasa dan tidak pula menggantinya dengan membayar fidyah.

HIKMAH dan FAEDAH (MANFAAT) PUASA
Diantara nama-nama Allah SWT adalah bahwa Allah SWT itu "Al-Hakim" (Maha Bijaksana dan penuh hikmah). Hikmah adalah profesionalisme dalam berbagai perkara dan meletakkan sesuai dengan tempatnya. Maka nama Allah SWT ini mengandung tuntunan makna bahwa setiap apa yang diciptakan oleh Allah SWT atau apa yang disyari’atkan olehNya, maka itu demi sebuah hikmah yang balighoh, akan diketahui oleh orang yang mengetahui (berilmu) dan tidak akan diketahui oleh orang yang bodoh.

Shaum yang disyari’atkan dan difardhukan oleh Allah SWT kepada hamba-hambanya mempunyai hikmah dan manfaat yang banyak sekali. Diantara hikmah puasa adalah bahwa puasa itu merupakan ibadah yang bisa digunakan seorang hamba untuk bertaqarrub kepada Allah SWT dengan meninggalkan kesenangan-kesenangan dunianya seperti makan, minum dan menggauli istri untuk mendapatkan ridho Rabbnya dan keberuntungan di kampung kemuliaannya (kampung akhirat. pent-). Dengan puasa ini jelas bahwa seorang hamba akan lebih mementingkan kehendak Rabbnya daripada kesenangan-kesenangan pribadinya. Lebih cinta kampung akhirat daripada kehidupan dunia. Hikmah puasa yang lain adalah bahwa puasa adalah sarana untuk menghadapi derajat taqwa apabila seseorang melakukannya dengan sesungguhnya (sesuai dengan syari’at). Allah berfirman yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa" (Al-Baqarah:183).

Orang yang berpuasa berarti diperintahkan untuk bertaqwa kepada Allah, yakni dengan mengerjakan perintah-perintahNya dan menjauhi laranganNya. Inilah tujuan agung dari diisyaratkannya puasa. Jadi bukan hanya sekedar melatih untuk meninggalkan makan dan minum serta menggauli istri. Rasulullah bersabda yang artinya:
"Barangsiapa yang tidak bisa meninggalkan kata-kata kotor dan mengerjakannya serta tidak bisa meninggalkan kebodohan, maka tidak ada perlunya bagi Allah (untuk memberi pahala) karena ia telah meninggalkan makan dan minumnya" (HR. Bukhari).

Kata-kata kotor adalah setiap perkataan yang haram hukumnya, seperti berkata dusta, ghibah, mencela dan sejenisnya. Sementara amalan yang kotor adalah setiap perbuatan yang haram seperti permusuhan sesama manusia, dengan berkhianat, menipu, memukul, mencuri harta dan sejenisnya. Termasuk pula mendengarkan apa saja yang haram untuk didengarkan seperti lagu-lagu haram, musik yang itu semuanya alat-alat yang melalaikan. Kemudian yang dimaksud kebodohan adalah menjauhi kebenaran dalam kata dan perbuatan.
Kalau orang yang berpuasa mampu merealisasikan kandungan ayat Allah dan hadits nabi ini, maka puasanya akan mampu menjadi tarbiyah bagi jiwanya, perbaikan bagi akhlaqnya dan pelurusan perilakunya. Tidaklah bulan Ramadhan itu akan usai kecuali ia mendapatkan pengaruh positif yang luar biasa yang akan nampak dalam diri, moral dan perilakunya.

Hikmah puasa yang lain adalah seorang kaya akan mengetahui nilai nikmat Allah dengan kekayaannya itu dimana Allah telah memudahkan baginya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, seperti makan, minum dan menikah serta apa saja yang dibolehkan oleh Allah dengan syar’i. Allah telah memudahkan baginya untuk itu. Maka dengan begitu ia akan bersyukur kepada Rabbnya atas karunia nikmat ini dan mengingat saudaranya yang fakir, yang ternyata tidak dimudahkan untuk mendapatkannya. Dengan begitu ia kan berderma kepadanya dalam bentuk shadaqah dan ikhsan (berbuat baik).

Diantara hikmah puasa juga melatih seseorang untuk mengusai dan berdisiplin dalam mengatur jiwanya. Sehingga ia akan mampu memimpin jiwanya demi kebahagiaan dan kebaikannya di dunia dan di akhirat serta menjauhi sifat kebinatangan. Orang yang mempunyai sifat ini tidak akan mampu untuk mengendalikan jiwanya dan syahwat serta kelezatan dunia. Puasa juga mengandung berbagai macam manfaat kesehatan yang direalisasikan dengan mengurangi makan dan mengistirahatkan alat pencernaan pada waktu-waktu tertentu serta mengurangi kolesterol yang jika terlalu banyak akan mebahayakan tubuh.

YANG MERUSAK dan MEMBATALKAN PUASA
Yang membatalkan puasa, diantaranya :

1. Jima’
Yang dimaksud jima’ di sini adalah masuknya dzakar (penis laki-laki) ke dalam farji wanita. Maka kapan saja orang yang berpuasa melakukan jima’, sementara sedang melakukan puasa wajib, dia harus menebusnya dengan membayar kaffarat yang berat karena perbuatan itu. Yakni dengan memerdekakan budak. Kalau dia tidak mampu, harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu harus memberi makan enam puluh orang miskin. Jika puasa yang dilakukan itu tidak wajib baginya, seperti seorang musafir yang menggauli istrinya, maka dia harus mengqadha’ dan tidak membayar kaffarat.

2. Keluarnya sperma
Yakni keluarnya sperma karena berkencan, mencium, bergumul dan sejenisnya. Jika orang mencium istrinya tetapi tidak mengeluarkan sperma, maka itu tidak apa-apa (tidak batal puasanya. pent-).

3. Makan dan Minum
Yakni sampainya makanan dan minuman ke dalam kerongkongan, baik dari jalan mulut atau hidung, makanan dan minuman apa saja. Oleh karena itu tidak boleh bagi orang yang berpuasa menghisap rokok, karena rokok itu sendiri adalah dosa, sedangkan mencium bau-bau yang wangi itu tidak apa-apa.

4. Keluarnya Darah
Yakni keluarnya darah karena berbekam atau yang sejenisnya, yang keluarnya itu memang disengaja dan cukup mempengaruhi kondisi tubuh. Sedangkan keluar darah itu ringan (sedikit) karena untuk pemeriksaan misalnya atau sejenisnya, maka itu tidak dibatalkan puasa. Karena hal itu tidak mempengaruhi tubuh, tidak seperti pengaruh yang ditimbulkan dari berbekam.

5. Muntah-muntah dengan sengaja
Yakni mengeluarkan apa yang ada dalam perut dari makanan dan minuman.

6. Keluarnya darah haid atau nifas
Hal-hal yang membatalkan puasa ini tidak sampai menyebabkan seseorang yang berpuasa harus berbuka kecuali dengan tiga syarat:
Pertama: Mengetahui hukum dan waktunya.
Kedua: Dalam kondisi ingat (tidak lupa).
Ketiga: Memahami betul akan permasalahannya.
Maka jika ada seorang yang berbekam, kemudian tidak menyangka kalau berbekam itu dapat membatalkan puasanya, dia tidak usah membatalkan puasanya dan puasanya itu sah. Karena pada hakekatnya ia tidak mengetahui hukum yang sesungguhnya. Allah berfirman yang artinya: "Dan tidak ada dosa bagimu karena kekhilafanmu tapi (yang menjadikan dosa) adalah apa yang disengaja hatimu" (Al-Ahzab:5).

Seandainya ada seorang yang makan sementara ia menyangka bahwa fajar belum terbit atau matahari telah terbenam, maka puasanya sah karena ia tidak mengetahui waktu. Kemudian jika ada orang yang makan dan lupa bahwa pada saat itu ia berpuasa, maka sah puasanya dan tidak perlu membatalkan, sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya: "Barang siapa yang lupa dalam keadaan berpuasa, kemudian makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Sesungguhnya Allah lah yang memberinya makan dan minum (saat itu)" (Muttafaq alaihi).

Jika seseorang dipaksa untuk berkumur, kemudian tanpa sengaja air itu ada yang masuk ke perutnya, atau meneteskan air mata kemudian ada yang sampai ke kerongkongan, atau bermimpi sampai mengeluarkan sperma, maka puasanya tetap sah karena itu semua di luar kehendaknya. Demikian pula tidak batal puasanya seseorang yang memakai siwak, bahkan itu sunnah baik di waktu puasa atau waktu-waktu lainnya pada setiap awal siang dan akhirnya.

SHALAT TARAWIH
Shalat tarawih adalah shalat qiyamullail dengan berjama’ah pada bulan Ramadhan. Waktunya setelah shalat Isya’ sampai terbitnya fajar. Rasulullah telah memberikan rangsangan untuk melakukannya dalam sebuah sabda beliau yang artinya:
"Barangsiapa yang melakukan qiyamullail pada bulan Ramadhan dengan dasar keimanan dan menghitung-hitungkan (akan pahalanya). Dia akan diampuni dosa-dosanya yang lampau" (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam shahih Bukhari dari Aisyah ra bahwasanya Rasulullah suatu ketika melakukan qiyamullail di masjid. Maka pada saat itu banyak orang yang mengikuti shalat beliau, kemudian juga kabilah-kabilah yang lain, sehingga jumlah mereka banyak sekali. Kemudian pada malam ke tiga atau ke empat sebagaimana biasa mereka berkumpul (hendak melakukan shalat. pent-) namun Rasulullah tidak keluar untuk shalat bersama mereka. Ketika pagi tiba beliau bersabda yang artinya: "Sesungguhnya aku telah mengetahui apa yang telah kalian perbuat. Tidak ada yang menghalangiku keluar (untuk shalat) bersama kalian kecuali saya khawatir (kalian menganggap) shalat itu diwajibkan atas kalian".

Shalat di atas dilakukan pada bulan Ramadhan. Dan yang sesuai dengan sunnah adalah shalat itu dilaksanakan dengan sebelas raka’at, tiap dua raka’at salam. Karena Aisyah ra ketika ditanya bagaimana shalatnya Rasulullah pada bulan Ramadhan, dia menjawab:
"Beliau (rasulullah) tidak pernah menambah atas sebelas raka’at pada bulan Ramadhan atau bulan lainnya" (Muttafaq alaih).
Dalam kitab Al-Muwaththa’ dari Muahammad bin Yusuf (seorang perawi yang kuat dan bisa dipercaya) dari As-Saaib bin Yazid bahwasanya Umar bin Khattab ra menyuruh Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Daary untuk melakukan shalat bersama berjama’ah dengan sebelas raka’at. Jika menambah jumlah dari yang sebelas ini maka tidak apa-apa karena Rasulullah ditanya tentang Qiyamullail, beliau menjawab, yang artinya: "Dua-dua, maka jika salah satu seorang diantara kamu khawatir tiba waktu shubuh, hendaklah dia shalat satu raka’at sebagai witir dari shalatnya" (HR. Bukhari Muslim).

Akan tetapi berpegang teguh dengan jumlah raka’at yang dijelaskan oleh sunnah dengan penuh ketenangan dan memanjangkan shalat yang tidak memberatkan jama’ah yang lain, lebih utama dan lebih sempurna. Ada pun apa yang saat ini dilakukan sebagian orang, yakni mempercepat shalat yang berlebihan, maka itu bertentangan dengan syari’at. Apalagi dengan cepat itu merusak rukun wajibnya, maka yang semacam ini dapat membatalkan shalat. Banyak para imam (pemimpin) yang tidak mau hadir shalat tarawih (dia shalat sendiri di rumah. pent-). Ini salah karena seharusnya imam itu tidak hanya shalat untuk dirinya saja akan tetapi juga untuk orang lain. Maka posisi imam di sini bak seorang pemimpin masyarakat yang harus melakukan sesuatu yang lebih mendatangkan mashlahat.

Para ‘ulama juga menyebutkan bahwa hukumnya makruh bagi seorang imam yang mempercepat shalatnya, hingga menghalangi makmum untuk melakukan amalan yang sunnah. Ini amalan yang sunnah, bagaimana jika seorang imam mempercepat shalatnya sampai menghalangi makmum berbuat yang wajib? Dianjurkan bagi para jama’ah untuk menjaga dan memelihara shalat tarawih ini, jangan sampai mentelantarkannya dengan berganti-ganti masjid (tidak teratur sampai meninggalkan jama’ah. pent-) karena barang siapa yang shalat bersama imam sampai selesai, akan dicatat baginya pahala shalat semalam suntuk, kendati setelah itu dia tidur. Tidak menjadi masalah jika kaum wanita hadir, turut melakukan shalat tarawih jika aman dari fitnah. Dengan syarat keluar dari rumah menuju masjid dengan hijab sempurna dan tidak tabarruj (bersolek) dengan menggunakan perhiasan dan wangi-wangian.(FSA)
Wallahu a’lam.

No comments:

Post a Comment