Thursday, October 31, 2013

Kehebohan di Akhir Zaman

1. Hewan Berbicara di Akhir Zaman
Maha suci Allah yang telah membuat segala sesuatunya berbicara sesuai dengan yang Ia kehendaki. Termasuk dari tanda-tanda kekuasaanya adalah ketika terjadi hari kiamat akan muncul hewan melata yang akan berbicara kepada manusia sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an, surah An-Naml ayat 82,
“Dan apabila perkataan Telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami”.
Mufassir Negeri Syam, Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy berkomentar tentang ayat di atas, “Hewan ini akan keluar diakhir zaman ketika rusaknya manusia, dan mulai meninggalkan perintah-perintah Allah, dan ketika mereka telah mengganti agama Allah. Maka Allah mengeluarkan ke hadapan mereka hewan bumi. Konon kabarnya, dari Makkah, atau yang lainnya sebagaimana akan datang perinciannya. Hewan ini akan berbicara dengan manusia tentang hal itu”.[Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/498)]
Hewan aneh yang berbicara ini akan keluar di akhir zaman sebagai tanda akan datangnya kiamat dalam waktu yang dekat. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Sesungguhnya tak akan tegak hari kiamat, sehingga kalian akan melihat sebelumnya 10 tanda-tanda kiamat: Gempa di Timur, gempa di barat, gempa di Jazirah Arab, Asap, Dajjal, hewan bumi, Ya’juj & Ma’juj, terbitnya matahari dari arah barat, dan api yang keluar dari jurang Aden, akan menggiring manusia”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (2901), Abu Dawud dalam Sunan-nya (4311), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (2183), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (4041)]

2. Pohon Kurma yang Menangis
Adanya pohon kurma yang menangis ini terjadi di zaman Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , mengapa sampai pohon ini menangis?
Kisahnya, Jabir bin Abdillah-radhiyallahu ‘anhu- bertutur,
“Jabir bin Abdillah -radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Adalah dahulu Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- berdiri (berkhutbah) di atas sebatang kurma, maka tatkala diletakkan mimbar baginya, kami mendengar sebuah suara seperti suara unta dari pohon kurma tersebut hingga Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- turun kemudian beliau meletakkan tangannya di atas batang pohon kurma tersebut” .[HR.Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (876)]
Ibnu Umar-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
“Dulu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkhuthbah pada batang kurma. Tatkala beliau telah membuat mimbar, maka beliau berpindah ke mimbar itu. Batang korma itu pun merintih. Maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mendatanginya sambil mengeluskan tangannya pada batang korma itu (untuk menenangkannya)”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (3390), dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (505)]

3. Untaian Salam Batu Aneh
Mungkin kalau seekor burung yang pandai mengucapkan salam adalah perkara yang sering kita jumpai. Tapi bagaimana jika sebuah batu yang mengucapkan salam. Sebagai seorang hamba Allah yang mengimani Rasul-Nya, tentunya dia akan membenarkan seluruh apa yang disampaikan oleh Rasul-Nya, seperti pemberitahuan beliau kepada para sahabatnya bahwa ada sebuah batu di Mekah yang pernah mengucapkan salam kepada beliau sebagaimana dalam sabdanya,
Dari Jabir bin Samurah dia berkata, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekah yang mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus, sesungguhnya aku mengetahuinya sekarang”.[HR.Muslim dalam Shohih-nya (1782)].

4. Pengaduan Seekor Onta
Manusia adalah makhluk yang memiliki perasaan. Dari perasaan itu timbullah rasa cinta dan kasih sayang di antara mereka. Akan tetapi ketahuilah, bukan hanya manusia saja yang memiliki perasaan, bahkan hewan pun memilikinya. Oleh karena itu sangat disesalkan jika ada manusia yang tidak memiliki perasaan yang membuat dirinya lebih rendah daripada hewan. Pernah ada seekor unta yang mengadu kepada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-mengungkapkan perasaannya.
Abdullah bin Ja’far-radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Pada suatu hari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah memboncengku dibelakangnya, kemudian beliau membisikkan tentang sesuatu yang tidak akan kuceritakan kepada seseorang di antara manusia. Sesuatu yang paling beliau senangi untuk dijadikan pelindung untuk buang hajatnya adalah gundukan tanah atau kumpulan batang kurma. lalu beliau masuk kedalam kebun laki-laki Anshar. Tiba tiba ada seekor onta. Tatkala Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melihatnya, maka onta itu merintih dan bercucuran air matanya. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mendatanginya seraya mengusap dari perutnya sampai ke punuknya dan tulang telinganya, maka tenanglah onta itu. Kemudian beliau bersabda, “Siapakah pemilik onta ini, Onta ini milik siapa?” Lalu datanglah seorang pemuda Anshar seraya berkata, “Onta itu milikku, wahai Rasulullah”.
Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam binatang ini, yang telah dijadikan sebagai milikmu oleh Allah, karena ia (binatang ini) telah mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya letih dan lapar”. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (1/400), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (2/99-100), Ahmad dalam Al-Musnad (1/204-205), Abu Ya’la dalam Al-Musnad (3/8/1), Al-Baihaqiy dalam Ad-Dala’il (6/26), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqa (9/28/1). Lihat Ash-Shahihah (20)]

5. Kesaksian Kambing Panggang
Kalau binatang yang masih hidup bisa berbicara adalah perkara yang ajaib, maka tentunya lebih ajaib lagi kalau ada seekor kambing panggang yang berbicara. Ini memang aneh, akan tetapi nyata. Kisah kambing panggang yang berbicara ini terdapat dalam hadits berikut:
Abu Hurairah-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
“Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menerima hadiah, dan tak mau makan shodaqoh. Maka ada seorang wanita Yahudi di Khoibar yang menghadiahkan kepada beliau kambing panggang yang telah diberi racun. Lalu Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pun memakan sebagian kambing itu, dan kaum (sahabat) juga makan. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Angkatlah tangan kalian, karena kambing panggang ini mengabarkan kepadaku bahwa dia beracun”. Lalu meninggallah Bisyr bin Al-Baro’ bin MA’rur Al-Anshoriy. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengirim (utusan membawa surat), “Apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?” Wanita itu menjawab, “Jika engkau adalah seorang nabi, maka apa yang aku telah lakukan tak akan membahayakan dirimu. Jika engkau adalah seorang raja, maka aku telah melepaskan manusia darimu”. Kemudian Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan untuk membunuh wanita itu, maka ia pun dibunuh. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda ketika beliau sakit yang menyebabkan kematian beliau,”Senantiasa aku merasakan sakit akibat makanan yang telah aku makan ketika di Khoibar. Inilah saatnya urat nadi leherku terputus”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (4512). Di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Shohih Sunan Abi Dawud (hal.813), dengan tahqiq Masyhur Hasan Salman]

6. Batu yang Berbicara
Setelah kita mengetahu adanya batu yang mengucapkan salam, maka keajaiban selanjutnya adalah adanya batu yang berbicara di akhir zaman. Jika kita pikirkan, maka terasa aneh, tapi demikianlah seorang muslim harus mengimani seluruh berita yang disampaikan oleh Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, baik yang masuk akal, atau tidak. Karena Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah pernah berbicara sesuai hawa nafsunya, bahkan beliau berbicara sesuai tuntunan wahyu dari Allah Yang Mengetahui segala perkara ghaib.
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Kalian akan memerangi orang-orang Yahudi sehingga seorang diantara mereka bersembunyi di balik batu. Maka batu itu berkata, “Wahai hamba Allah, Inilah si Yahudi di belakangku, maka bunuhlah ia”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2767), dan Muslim dalam Shohih-nya (2922)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar-rahimahullah- berkata, “Dalam hadits ini terdapat tanda-tanda dekatnya hari kiamat, berupa berbicaranya benda-benda mati, pohon, dan batu. Lahiriahnya hadits ini (menunjukkan) bahwa benda-benda itu berbicara secara hakikat”.[Lihat Fathul Bari (6/610)]

7. Semut Memberi Komando
Mungkin kita pernah mendengar cerita fiktif tentang hewan-hewan yang berbicara dengan hewan yang lain. Semua itu hanyalah cerita fiktif belaka alias omong kosong. Tapi ketahuilah wahai para pembaca, sesungguhnya adanya hewan yang berbicara kepada hewan yang lain, bahkan memberi komando, layaknya seorang komandan pasukan yang memberikan perintah. Hewan yang memberi komando tersebut adalah semut. Kisah ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an,
“Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud, dan dia berkata: “Hai manusia, kami Telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) Ini benar-benar suatu kurnia yang nyata”.Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan). Hingga apabila mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa Karena (mendengar) perkataan semut itu. dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah Aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang Telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah Aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. (QS.An-Naml: 16-19).
Inilah beberapa perkara yang lebih layak dijadikan “Tujuh Keajaiban Dunia” yang menghebohkan, dan mencengangkan seluruh manusia. Orang-orang beriman telah lama meyakini dan mengimani perkara-perkara ini sejak zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampai sekarang. Namun memang kebanyakan manusia tidak mengetahui perkara-perkara itu. Oleh karena itu, kami mengangkat hal itu untuk mengingatkan kembali, dan menanamkan aqidah yang kokoh di hati kaum muslimin. Wallahu A'lam bisshowab.

Ada apa di Bulan Muharram ?

بسم الله الرحمن الر حيم
Bulan Muharram atau yang lebih dikenal masyarakat Jawa dengan nama bulan Syuro adalah bulan pertama dalam kalender hijriyah. Tahun ini bulan Muharram jatuh pada tanggal 05 November 2013. Bulan Muharram memiliki keagungan yang sangat tinggi dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, bukanlah bulan yang mendatangkan bala (bencana) atau bulan sial, sebagaimana dipahami masyarakat awam.

Di dalam syariat Islam telah dijelaskan kemuliaan bulan Muharram. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. AT Taubah: 36)

Empat bulan suci tersebut adalah bulan Dzulqo'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

"Satu tahun itu ada 12 bulan. Di antaranya ada 4 bulan haram, yaitu 3 bulan berturut-turut, Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram serta Rajab yang berada di antara bulan jumada dan sya'ban." (HR. Bukhari no 2958).

Al Qodhi Abu Ya'la rahimahullah mengatakan, "Di namakan bulan haram Karena ada 2 alasan. Pertama,  karena diharamkan pembunuhan pada bulan tersebut sebagaiman hal ini juga diyakini orang jahiliyyah. Kedua, karena pelanggaran untuk melakukan berbagai perbuatan haram pada bulan tersebut lebih keras dari pada bulan-bulan lainnya. (lihat Zadul Maysir, Ibnu Jauziy).
Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma menjelaskan tentang firman Allah surah at-taubah ayat 36 di atas, "Allah menghusukan 4 bulan yang haram dan menegaskan keharamnnya. Allah juga menjadikan dosa pada bulan tersebut lebih besar. demikian pula pahala amal saleh pada bulan tersebut juga menjadi lebih besar. 
Sangat disayangkan sebagian kaum muslimin masih percaya dengan berbagi mitos tentang bulan suro. misalnya, masih banyak yang takut mengadakan acara pernikahan di bulan suro dengan alasan bisa mendatangkan sial, seperti perceraian, dililit utang, atau yang lain. ada yang takut bepergian jauh di bulan suro dengan alasan bisa mendatangkan sial, seperti kecelakan, kematian, kerugian, atau yang lain. mereka menunda aktivitasnya ke bulan yang lainnya.

Semua ahli tafsir sepakat bahwa empat bulan yang tersebut dalam ayat di atas adalah Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharram dan Rajab. Ketika haji wada’ Rasulallah bersabda : Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi bersabda: “Setahun ada dua belas bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga darinya berturut-turut; Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharram dan Rajab”. (HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).
Dalam hadist di atas Nabi SAW hanya menyebut nama empat bulan, dan ini bukan berarti selain dari nama bulan yang disebut di atas tidak suci, karena bulan Ramadhan tidak disebutkan dalam hadist diatas. Dan kita semua tahu bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kesucian, ada Lailatul Qadar (malam kemuliaan), juga dinamakan dengan bulan rahmat, maghfirah dan pembebasan dari api neraka.
Ibnu Rajab al-Hambali ( 736 – 795 H ) mengatakan, Muharram disebut dengan syahrullah (bulan Allah) karena memiliki dua hikmah. Pertama, untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan Muharram. Kedua, untuk menunjukkan otoritas Allah SWT dalam mensucikankan dan memuliakan bulan Muharram.
 
Sejarah Tahun Hijriyah
 Tahun hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama ‘Tahun Muhammad’ atau ‘Tahun Umar’. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi, tidak seperti sistem penanggalan Tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih (Arab) atau Messiah (Ibrani).
Penetapan nama Tahun Hijriyah (al-Sanah al-Hijriyah) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar. Seandainya ia berambisi untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan Tahun Umar sangatlah mudah baginya melakukan itu. Umar tidak mementingkan keharuman namanya atau membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalaan Islam itu. Ia malah menjadikan penanggalan itu sebagai zaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi nilainya bagi agama dan umat Islam.
Selain Umar, orang yang berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah adalah Ali bin Abi Thalib. Beliaulah yang mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat Islam meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).
Dalam sejarah hijrah nabi dari Makkah ke madinah terlihat jalinan ukhuwah kaum Ansor dan Muhajirin yang melahirkan integrasi umat Islam yang  angat kokoh. Kaum Muhajirin-Anshar membuktikan, ukhuwah Islamiyah bisa membawa umat Islam jaya, kuat dan disegani.
 Dari situlah mengapa konsep dan hikmah hijrah perlu dikaji ulang dan diamalkan oleh umat Islam. Setiap pergantian waktu, hari demi hari hingga tahun demi tahun, biasanya memunculkan harapan baru akan keadaan yang lebih baik.
Islam mengajarkan, hari-hari yang kita lalui hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Dengan kata lain, setiap Muslim dituntut untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari. Hadis Rasulullah SAW yang sangat populer menyatakan, ‘‘Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, adalah orang yang beruntung”. Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi, dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin, adalah orang celaka.”

Di Bulan Muharram di sunnahkan berpuasa

Pada zaman Rasulullah SAW, orang Yahudi juga mengerjakan puasa pada hari ‘asyuura. Mereka mewarisi hal itu dari Nabi Musa AS.
Dari Ibnu Abbas RA, ketika Rasulullah صلى الله عليه و سلم  tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa. Rasulullah صلى الله عليه و سلم  bertanya, “Hari apa ini? Mengapa kalian berpuasa?” Mereka menjawab, “Ini hari yang agung, hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun. Maka Musa berpuasa sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa. “Rasulullah صلى الله عليه و سلم  bersabda, “Kami orang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk menghormati Nabi Musa daripada kalian.” (HR. Abu Daud).
Puasa Muharram merupakan puasa yang paling utama setelah puasa  bulan Ramadhan.
Rasululllah صلى الله عليه و سلم  bersabda: Dari Abu Hurairah RA, Rasululllah صلى الله عليه و سلم  bersabda: “Sebaik-baik puasa setelah puasa ramadhan adalah puasa dibulan muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tarmizi, dan Nasa’i ).
Puasa pada bulan Muharram yang sangat dianjurkan adalah pada hari yang kesepuluh, yaitu yang lebih dikenal dengan istilah ‘asyuura.
Aisyah RA pernah ditanya tentang puasa ‘asyuura, ia menjawab, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah   صلى الله عليه و سلم  puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari kesepuluh Muharram.” (HR Muslim).
Dalam hadits lain Nabi juga menjelaskan bahwa puasa pada hari  ‘Asyura(10 Muharram) bisa menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah lewat.
Dari Abu Qatadah RA, Rasululllah صلى الله عليه و سلم  ditanya tentang puasa hari ‘asyura, beliau bersabda: ”Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat.” (HR. Muslim).
Disamping itu disunnahkan untuk berpuasa sehari sebelum  ‘Asyuraya itu puasa Tasu’a pada tanggal 9 Muharram, sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه و سلم  yang termasuk dalam golongan sunnah hammiyah (sunnah yang berupa keinginan/cita2 Nabi tetapi beliau sendiri belum sempat melakukannya) :
Ibnu Abbas RA menyebutkan, Rasulullah صلى الله عليه و سلم  melakukan puasa ‘asyuura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Para sahabat berkata, “Ini adalah hari yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani.
Maka Rasulullah صلى الله عليه و سلم . bersabda, “Tahun depan insya Allah kita juga akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharram.” Namun, pada tahun berikutnya Rasulullah telah wafat. (HR Muslim, Abu Daud).
Berdasar pada hadis ini, disunahkan bagi umat Islam untuk juga berpuasa pada tanggal sembilan Muharram. Sebagian ulama mengatakan, sebaiknya puasa selama tiga hari : 9, 10, 11 Muharram.
Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah صلى الله عليه و سلم . bersabda, “Puasalah pada hari ‘asyuura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Puasalah sehari sebelum dan sehari sesudahnya.” (HR Ahmad).
Ibnu Sirrin berkata: melaksanakan hal ini dengan alasan kehati-hatian. Karena, boleh jadi manusia salah dalam menetapkan masuknya satu Muharram. Boleh jadi yang kita kira tanggal sembilan, namun sebenarnya sudah tanggal sepuluh. (Majmu’ Syarhul Muhadzdzab VI/406).
 
 Puasa Asyura’ (puasa tanggal 10 Muharram)
Dari Abu Musa Al Asy’ari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

كَانَ يَوْمُ شُعَرَاءَ تُعِدُّهُ الْيَهُودُ عِيْدًا قَالَ النَبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فَصُوْمُوْهُ أَنتُمْ.

Dulu hari Asyura’ dijadikan orang Yahudi sebagai hari raya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah kalian.” (HR. Al Bukhari)
Dari Abu Qatadah Al Anshari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan :

سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ فَقَالَ: كَفَّارَةُ سَنَةً
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Asyura’, kemudian beliau menjawab: “Puasa Asyura menjadi penebus dosa setahun yang telah lewat.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:

قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ وَالْيَهُوْدُ تَصُوْمُ عَاشُوْرَاءَ فَقَالُوْا هَذَا يَوْمٌ ضَهَرَ فِيْهُ مُوْسَى عَلَى فِرعَوْنَ فَقَالَ النَّبِيِّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَانِهِ: أَنْتُمْ أَحَقُّ مُوْسَى مِنْهُمْ فَصُوْمُوْا.

Ketika Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam sampai di Madinah, sementara orang-orang Yahudi berpuasa Asyura’. Mereka mengatakan: Ini adalah hari di mana Musa menang melawan Fir’aun. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat:  “Kalian lebih berhak terhadap Musa dari pada mereka (orang Yahudi), karena itu berpuasalah.” (HR. Al Bukhari).
Puasa Asyura’ merupakan kewajiban puasa pertama dalam Islam, sebelum Ramadlan. Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz radliallahu ‘anha, beliau mengatakan:

أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاة عَاشُوْرَاءَ اِلَى قُرَى الْأَ لْضَارِ مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيَصُمْ قَالَتْ فَكُنَّا نَصُوْمُهُ بَعْدَ وَنَصُوْمُ صِبْيَاتُنَا وَنَجْعَلُ لَهُم اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَأِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامَ أَعْطَيْنَاهُ ذَلِكَ حَتَّى يَكُوْنَ عِنْدَ الْاِفْطَانِ

Suatu ketika, di pagi hari Asyura’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Madinah untuk menyampaikan pesan: “Siapa yang di pagi hari sudah makan maka hendaknya dia puasa sampai maghrib. Dan siapa yang sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya.” Rubayyi’ mengatakan: Kemudian setelah itu kami puasa, dan kami mengajak anak-anak untuk berpuasa. Kami buatkan mereka mainan dari kain. Jika ada yang menangis meminta makanan, kami memberikan mainan itu. Begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, puasa Asyura’ menjadi puasa sunnah. A’isyah radliallahu ‘anha mengatakan:

كَانَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ تَصُوْمُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَهِلِيَّةِ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّ فَرَضَ رَمَضَانَ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ.

Dulu hari Asyura’ dijadikan sebagai hari berpuasa orang Quraisy di masa jahiliyah. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melaksanakn puasa Asyura’ dan memerintahkan sahabat untuk berpuasa. Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, beliau tinggalkan hari Asyura’. Siapa yang ingin puasa Asyura’ boleh puasa, siapa yang tidak ingin puasa Asyura’ boleh tidak puasa. (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Puasa Tasu’a  (puasa tanggal 9 Muharram)
Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:

حِيْنَ صَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوْا: يَارَسُوْلَ الله أَنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُوْدُ وَنَّصَارَى فَقَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اِنْ شَاءَ اللهُ صُمنَا الْيَوْمو التَّاسِعَ قَالَ: فَلَمْ يَأَتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura’ dan memerintahkan para sahabat untuk puasa. Kemudian ada sahabat yang berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya hari Asyura adalah hari yang diagungkan orang Yahudi dan nasrani. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahun depan, kita akan berpuasa di tanggal sembilan.” Namun, belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamsudah diwafatkan.” (HR. Al Bukhari)

Tingkatan Puasa Asyura
Ibnul Qayim menjelaskan bahwa puasa terkait hari Asyura ada tiga tingkatan:
1. Tingkatan paling sempurna, puasa tiga hari. Sehari sebelum Asyura, hari Asyura, dan sehari setelahnya.
2. Tingkatan kedua, puasa tanggal 9 dan tanggal 10 Muharram. Ini berdasarkan banyak hadits.
3. Tingkatan ketiga, puasa tanggal 10 saja. (Zadul Ma’ad, 2/72).

Tuesday, October 29, 2013

Beberapa Faktor dan Alasan kenapa Mereka Terlambat Menikah


Diantara realita yang sering kita temui banyaknya wanita yang terlambat menikah, atau bahkan laki-laki yang terlambat  menikah hal ini adalah sebuah permasalahan yang harus dicarikan penyebab dan solusinya. Apalagi tak jarang sebagian mereka terjatuh dalam perbuatan maksiat. Dibawah ini diantara sebab dan alasan kenapa banyak para pemuda dan pemudi kaum muslimin yang terlambat menikah :

Pertama : Lemahnya pemahaman tentang agungnya syariat menikah
Diantara faktor kenapa banyaknya orang yang menunda menikah tanpa alasan syar’i atau terlambat menikah adalah karena lemahnya pengetahuan seseorang tentang agungnya syariat menikah, atau manfaat yang besar yang terkandung didalamnya. Padahal selain merupakan perkara fitrah manusia menikah mempunyai manfaat dan kebaikkan yang sangat banyak, baik kebaikkan yang sifatnya dalam urusan dunia ataupun akhirat seseorang. Cukuplah jika sendainya setiap orang mengetahui  bahwasannya dengan menikah seseorang akan terpenuhi kebutuhan biologisnya secara aman dan halal, menjadi sebab terjaganya dia dari perbuatan maksiat, mendapat ketenangan hidup dan memperoleh keturunan membuat ia tergerak untuk menikah. Banyak dalil tentang hal itu. Allah Ta’ala berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
 "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri – isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikannya diantaramu rasa kasih sayang" ( Qs. Ar Ruum : 21 )

Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :  Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian yang mampu menikah  maka menikahlah dikarenakan  dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan  dan menjaga kemaluan  dan barangsiapa tidak mampu menikah maka baginya untuk berpuasa  hal itu sebagai tameng baginya.“ ( HR. Bukhari dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘Anhu )
Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ Jika mati seorang manusia, maka terputuslah amalannya kecuali 3 perkara : Shadaqah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Muslim)

Kedua : Ingin menyelesaikan studi dulu
Inilah diantara faktor banyaknya dari para wanita yang telat menikah dikarenakan ingin menyelesaikan studi dulu dan tak jarang dari mereka yang menolak lamaran untuk menikah. Padahal Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam bersabda : “ Jika datang kepada kalian seorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dibumi dan kerusakkan yang besar “ (HR. at-Tirmidzi, al-Baihaqi dan ini lafadznya, dihasankan oleh syaikh al Albani) setelah berlalunya waktu yang menambah umurnya maka sebagian mereka baru tersadar mereka sudah mencapai umur wanita yang sulit untuk menikah. Ketika dia melihat wanita sebayanya bahagia bersama suami dan anak anak mereka, sedangkan dirinya masih menanti seorang suami.

Ketiga : Pandangan terlalu idealis mengenai pasangan hidup
Yaitu tidak adanya sikap merasa cukup dengan perkara-perkara yang penting dan darurat. Tidak adanya sikap menyesuaikan dengan realita yang ada. Dia meletakkan syarat-syarat khusus yang terlintas dibenaknya dari sifat kesempurnaan untuk suami yang dia impikan dan tidak mau mengalah sedikit saja dari kriterianya itu. Ini diantara faktor kenapa sebagian orang terlambat menikah.
Seorang wanita menuturkan kisahnya ” Walaupun usiaku mendekati 40 tahun tetapi saya  tetap menginginkan  agar suami kelak adalah seorang  yang memilki kemuliaan, kemampuan materinya diatas pertengahan dan dia memiliki gelar yang tinggi. Tetapi sebenarnya saya setelah umur ini ketika saudara-saudara perempuanku mengunjungiku bersama para suami dan anak-anak mereka, saya merasakan kesedihan yang sangat dahsyat dan saya ingin seperti mereka, saya bisa mengunjungi kelurgaku dan bisa berpergian bersama suami dan anak-anakku.” Inilah diantara kisah seorang wanita yang tertipu dengan idealisme mimpi.

Keempat : Faktor keluarga
Diantara faktor yang menyebabkan seorang wanita terlambat menikah bahkan sebagian mereka tidak menikah adalah faktor keluarga, baik dari pihak ayah, ibu atau saudara kandungnya. Tidak jarang seorang pria yang shaleh ditolak tanpa alasan syar’i ketika melamar seorang wanita yang keduanya sudah sama-sama cocok.
Kisah seorang akhwat yang gagal dalam prosesnya sama seorang ikhwan padahal sudah sangat panjang dan susah perjalanan yang mereka tempuh sampai ketaraf khitbah (lamaran) dan penentuan tanggal akadnya, akhirnya harus kandas ditengah jalan ketika ibunya tidak terima karena alasan yang tidak syar’i.
Kisah seorang akhwat  di Jawa Tengah yang harus berhadapan dengan seorang ayah yang tidak setuju dia menikah mendahului kakaknya yang belum menikah.
Kisah seorang akhwat nan jauh disana gagal menikah dengan dipoligami, padahal dirinya telah siap dan cocok dengan calonnya, begitu juga orang tuanya dan kakaknya setuju akan tetapi saudara perempuannya yang mempunyai pengaruh didalam keluarganya menolaknya dengan berkata, kamu boleh punya teman 2, 3 dan 4 tapi jangan menjadi istri yang ke 2, 3 atau 4.

Kelima : Meniti Karir
Perkara ingin meniti karir hingga kepuncaknya atau sesuai dengan apa yang ia inginkan menjadi sebab sebagian wanita memasuki usia sulit untuk menikah, mereka sibuk dengan studinya, kemudian karirnya mereka berpandangan dengan menikah akan terhambat karirnya. Mereka tidak sadar bahwa tugas seorang wanita adalah menjadi ibu rumah tangga. Seiring berjalannya waktu mereka tak sadar bahwa usia mereka kian bertambah, laki-laki yang dulu pernah datang ingin meminangnya kini telah menikah dan masyarakat menganggap di wanita yang sulit untuk dipinang, maka ketika karir yang dia inginkan sudah tercapai, ternyata usianya tidak seperti yang dulu disamping para laki-laki enggan untuk maju kepadanya dikarenakan faktor usia, khawatir ditolak, minder dengan karirnya yang tak sebanding dengan dirinya akhirnya diapun menjadi perawan tua yang gelisah sepanjang hari didalam penantian akan datangnya seorang suami.

Keenam : Belum mapan
Ini diantara faktor yang menjadi sebab banyaknya pemuda kaum muslimin yang menunda menikah padahal diantara mereka ada yang hukumnya sudah wajib untuk menikah, bahkan tak sedikit yang terjatuh dalam perbuatan maksiat. Jadi kenapa dia harus menunggu mapan dengan ukuran harus punya rumah sendiri, kendaraan sendiri, gaji bulanan dan yang lainnya. Jika ia mampu menikah membiyayai pernikahan yang sederhana lalu setelah itu ia berusaha memenuhi kebutuhannya seperti rumah, kendaraan misalnya maka hal itu perkara yang baik. Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"Dan kawinilah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (untuk kawin) dari hamba sahayamu laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui" (Qs. An Nur’ : 32 )

Berkata Asy Syaikh Al Allamah Abdurrahman As Sa’di Rahimahullah  :( Pada ayat Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia Nya ) Tidak menghalangi mereka apa yang mereka khawatirkan bahwasannya jika mereka menikah akan menjadi miskin dengan  disebabkan banyaknya tanggunan dan yang semisalnya. Didalam ayat ini terdapat anjuran untuk menikah dan janji Allah bagi orang yang menikah dengan diberikan kekayaan setelah sebelumnya miskin “ (Taisiir ar Karimi ar Rahman pada ayat ini )

Ketujuh : Lingkungan yang jelek
Lingkungan yang jelek sangat mempengaruhi dalam membentuk kepribadian seseorang, masyarakat yang jauh dari nilai-nilai agama, sangat mempengaruhi pola pikir para pemuda dan pemudi dalam keinginannya untuk menikah. Maka sangat jarang pemuda yang ingin segera menikah ketika ia jauh dari agama, hidup ditengah-tengah masyarakat yang rusak, tersebarnya fitnah syahwat, perzinaan dan pelacuran. Karena dia menganggap suatu hal yang aneh ketika ia harus menikah muda padahal dia bisa bersenang-senang dengan wanita yang mana saja yang ia sukai tanpa harus menikah dan memikul tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga. Disatu sisi jika seorang pemuda yang taat beragama ingin segera menikah maka tak jarang masyarakat atau lingkungan sekitar bertanya-tanya dan menganggap aneh bahkan menyalahkan sikapnya itu, terlebih lagi ketika seorang wanita menerima lamaran seorang pria yang akan menikahinya dengan dipoligami (menjadi istri ke 2, 3 atau 4) anda akan melihat reaksi yang luar biasa. Dari mulai mencaci hingga mengutuk dialamatkan kepada pelaku poligami. Tapi ketika ada tetangganya yang MBA (menikah karena hamil dari perbuatan zina) lalu orang tuanya segera menikahi anaknya tersebut maka seakan-akan tidak ada reaksi sedikitpun dari masyarakat, menganggap hal itu suatu yang biasa. 

Kedelapan : Tingginya mahar
Diantara faktor banyaknya pemuda dan pemudi kaum muslimin terlambat menikah adalah tingginya mahar. Hal ini jelas bertentangan dengan apa yang dituntunkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam. Sebagimana disebutkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir Radiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam : “ Sebaik-naik pernikahan ialah yang paling mudah “ (HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban dan ath Thabrani dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Dalam hadist lain Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda : “ sesungguhnya diantara kebaikkan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah rahimnya “ (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Al Hakim, dihasnkan oleh Syaikh al Albani)

Kesembilan : Berlebih-lebihan menetapkan syarat dan biaya pernikahan
Diantara problem seorang pemuda ketika ingin menikah adalah ketika dia dituntut untuk membiayai pernikahan dengan biaya yang berlebihan maka tak jarang para pemuda megurunkan niatnya untuk segera menikah. Karena di benaknya terpikir dia harus mempersiapkan puluhan juta untuk menikah. Akhirnya banyak dari pemuda dan pemudi kaum muslim yang terlambat menikah. Bahkan ada yang gagal menikah lantaran salah satu pihak menyaratkan untuk biaya pernikahan yang mahal. Jelas hal ini menyelisihi syar’i.
Belum lagi syarat-syarat yang terkadang memberatkan seseorang untuk segera menikah. Ada yang menyaratkan harus tinggal dikota tempat keluarganya tinggal, sebagian lagi menyaratkan harus memakai adat mempelai wanita walaupun menyelisihi syar’i atau menghambur-hamburkan uang dan yang lainnya.

Kesepuluh : Adat
Diantara faktor sebagian wanita terlambat menikah adalah dikarenakan adat yang menyelisihi syar’i sebuah adat yang mungkar yaitu melarang seorang adik menikah terlebih dahulu daripada kakaknya. Seorang akhwat menceritakan kisahnya terpaksa proses kearah pernikahan dengan seorang ikhwan harus terhenti akibat ayahnya bersikukuh tidak boleh dia menikah sebelum kakaknya.

Kesebelas : Berpaling dari Poligami
Diantara faktor banyaknya wanita yang terlambat menikah bahkan tidak menikah hingga akhir hayatnya atau janda susah untuk menikah kembali dikarenakan berpalingnya mereka dari syariat poligami. Syariat poligami adalah syariat yang sangat agung yang disyariatkan oleh Rabb semesta alam. Syari’at yang sesuai dengan fitrah manusia. Dimana pada masa ini jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah laki-laki maka solusi yang tepat adalah dengan poligami. Solusi ini bukanlah suatu hal yang mustahil dan bukan juga sesuatu yang sulit diraih bahkan sangat mungkin untuk dilakukan. Tentang syariat poligami Allah Ta’ala berfirman :

فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً

“ Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja. “ (Qs. An Nisa’ : 3).

Maka tak jarang seorang pria yang sudah beristri yang ingin menikah lagi dengan seorang wanita untuk dijadikan istri kedua, tiga atau keempat sering kali ditolak baik sama wanita tersebut atau sama keluarganya, walaupun dengan resiko putrinya menjadi perawan tua bahkan mungkin dengan resiko berzina -naudzubillah-, atau dengan resiko mati tanpa merasakan indahnya pernikahan. Tak tahu apa yang menjadi pertimbangan mereka kecuali hawa nafsu, perasaan yang telah rusak dengan pemikiran menyimpang dan pendidikan yang buruk disamping konspirasi musuh-musuh islam.

Disamping terkadang justru yang lari dari syariat poligami adalah pria itu sendiri. Hal ini dikarenakan sebagian pria walaupun dia memiliki kemampuan untuk beristri lebih dari satu disamping dapat berlaku adil  tetapi dia tidak pernah berpikir untuk menikah lagi setelah menikah dengan istrinya yang pertama. Maka jika para laki – laki yang mempunyai kemampuan berbuat adil itu bergerak untuk menikahi wanita – wanita yang belum menikah apalagi wanita yang terlambat menikah maka hal ini menjadi sebuah solusi dari banyaknya wanita-wanita yang belum menikah.

Inilah diantara beberapa faktor dan alasan kenapa banyak dari pemuda dan pemudi kaum muslimin terlambat menikah. Adapun solusi dari semua ini adalah menghilangkan sebab dan alasan diatas. Semoga Allah Ta'ala memudahkan urusan kita semua terutama dalam mendapatkan pendamping yang shaleh dan shalehah… Aamiin.

 Oleh : Al-Ustadz Abu Abdillah bin Mudakir Al-Jakarty

SAYYIDUL ISTIGHFAR





Termasuk dzikir yang utama dan doa yang barokah yang sepantasnya bagi setiap muslim untuk menjaganya dan membacanya disetiap pagi dan sore hari adalah yang telah datang dalam shahih Al Bukhari dari hadits Syadad bin Aus Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shalallahu 'alahi wa Sallam bahwasannya beliau bersabda :
سيد الاستغفار أن تقول (Sayyidul Istighfar adalah engkau mengatakan) :

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَ أَنَا عَبْدُكَ وَ أَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَ وَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَ أَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

" Ya Allah Engkau adalah Tuhanku, Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau, Engkau yang menciptakanku sedang aku adalah hamba-Mu dan aku diatas ikatan janji -Mu (yaitu selalu menjalankan perjanjian-Mu untuk beriman dan ikhlas dalam menjalankan amal ketaatan kepada-Mu) dengan semampuku, aku berlindung kepadamu dari segala kejahatan yang telah aku perbuat, aku mengakui-Mu atas nikmat-Mu terhadap diriku dan aku mengakui dosaku pada-Mu, maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang bisa mengampuni segala dosa kecuali Engkau".


من قالها من النهار موقنا بها فمات من يومه قبل أن يمسي فهو من أهل الجنة و من قالها من الليل و هو موقن بها فمات قبل أن يصبح فهو من أهل الجنة . ‌

Barangsiapa mengucapkannya disiang hari dalam keadaan yakin dengannya kemudian dia mati pada hari itu sebelum sore hari, maka dia termasuk penduduk surga dan siapa yang mengucapkannya di waktu malam hari dalam keadaan dia yakin dengannya, kemudian dia mati sebelum shubuh maka ia termasuk penduduk surga.” (HR. Al-Bukhari - Fathul Baari 11/97)
Ini adalah do'a yang agung yang mencakup banyak makna : taubat, merendahkan diri kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala dan kembali menghadap kepada-Nya. Nabi Shalallahu 'alahi wa Sallam menamainya sebagai Sayyidul Istighfar (penghulu istighfar), yang demikian itu dikarenakan ia melebihi seluruh bentuk istighfar dalam hal keutamaan. Dan lebih tinggi dalam hal kedudukan.
Diantara makna sayyid adalah orang yang melebihi kaumnya dalam hal kebaikan dan yang berkedudukan tinggi dikalangan mereka.

Keutamaan do'a ini dibanding bentuk istighfar yang lain adalah :
- Nabi Shalallahu 'alahi wasallam mengawalinya dengan pujian kepada Allah dan pengakuan bahwa dirinya adalah hamba Allah sebagai makhluk ciptaan-Nya (penetapan Tauhid Ar Rububiyyah), Dan bahwa Allah adalah Al Ma'buud (sesembahan) yang haq dan tiada sesembahan yang haq yang selainNya. Maka Dia adalah satu-satunya yang berhak dibadahi dan ini merupakan realisasi Tauhid Al Uluhiyyah.

- Pernyataannya bahwa ia senantiasa tegak diatas janji dan kokoh diatas ikatan berupa iman kepada Allah, kitab-kitab-Nya, seluruh nabi dan rasul-Nya. Menjalankan segenap ketaatan kepada Allah dan perintah-Nya. Ia akan menjalaninya sesuai kemampuan dan kesanggupannya.

- Kemudian ia berlindung kepada Allah Subhanahu dari seluruh kejelekan apa yang telah dia perbuat, baik sikap kurang dalam menjalani apa yang Allah wajibkan baginya yaitu mensyukuri nikmat-Nya ataupun berupa perbuatan dosa.

- Kemudian ia mengakui akan nikmat Allah yang terus datang beruntun dan anugerah-Nya serta pemberian -Nya yang tiada pernah berhenti.

- Dan ia mengakui atas dosa-dosanya, sehingga iapun lantas memohon ampunan kepada Allah Suhhanahu wa Ta'ala dari itu semua dengan segenap pengakuannya bahwa tiada yang bisa mengampuni segala dosa kecuali Allah Suhhanahu wa Ta'ala.

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (135)

"Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui." 
(Al Imran : 135)


Ini adalah paling sempurna apa yang ada pada sebuah do'a. Karena itu ia menjadi seagung-agungnya bentuk istighfar dan yang paling utama dan paling mencakup untuk kandungan maknanya yang mesti akan diampuni dosa-dosa.

Kemudian Nabi Shalallahu 'alahi wa Sallam menghakhiri penyebutan do'a tersebut dengan menjelaskan pahala yang besar dan ganjaran yang luar biasa yang akan didapat oleh orang yang menjaga do'a tersebut setiap pagi dan sore hari. Maka Beliau Shalallahu 'alahi wa Sallam mengatakan :

"Barangsiapa mengucapkannya disiang hari dalam keadaan yakin dengannya kemudian dia mati pada hari itu sebelum sore hari, maka dia termasuk penduduk surga dan siapa yang mengucapkannya di waktu malam hari dalam keadaan dia yakin dengannya, kemudian dia mati sebelum shubuh maka ia termasuk penduduk surga.”

Hanyalah Seorang yang mengucapkan do'a ini dan menjaganya yang akan memperoleh janji yang mulia dan pahala serta ganjaran besar nan utama ini, karena ia telah membuka harinya dan menutupnya dengan penetapan Tauhidullah baik Rububiyyah-Nya dan Ululhiyyah-Nya. Dan pengakuan dirinya sebagai hamba yang siap menghamba dan persaksiannya terhadap anugerah dan nikmat Allah. Pengakuannya dan kesadarannya akan kekurangan-kekurangan dirinya dan permohonan maaf dan ampunan dari Dzat yang Maha Pengampun, diiringi dengan rasa tunduk dan rendah dihadapan-Nya untuk senantiasa patuh dan taat kepada-Nya. Ini semua merupakan cakupan makna yang utama dan sifat yang mulia yang ia buka dan tutup lembaran siangnya. Yang pantas bagi orang yang mengucapkan dan menjaganya mendapat maaf dan ampunan, terbebas dari neraka dan masuk surga.
Wallahu a'lam bisshowab.

Kita memohon kepada Allah Yang Maha Mulia berupa keutamaan dan anugerah-Nya.

(Lihat kitab Fiqhul Ad'iyyah wal adzkar II/17-20. As Syaikh Abdur Rozaq bin abdil Muhsin Al Badr. ) Diringkas oleh Muhammad Ar Rifa'i)


DIANTARA KEUTAMAAN ISTIGHFAR

ــ طوبى لمن وجد في صحيفته استغفارا كثيرا .

"Berbahagialah bagi orang yang mendapati dalam catatan amalnya istighfar yang banyak" (HR. Al Baihaqi, Imam Ahmad dalm Az Zuhd dan Dishahihkan Syaikh Al Albany. Lihat Shahih Al Jami' no. hadits 3930)

ــ من أحب أن تسره صحيفته فليكثر فيها من الاستغفار . ‌
"Siapa yang suka agar catatan amalnya membuat ia senang maka perbanyaklah padanya istighfar." ( Hadits dihasankan syaikh. Al Albany, lihat Shahihul jami' no. hadits 5955)

ــ يا معشر النساء ! تصدقن و أكثرن الاستغفار فإني رأيتكن أكثر أهل النار إنكن تكثرن اللعن و تكفرن العشير ما رأيت من ناقصات عقل و دين أغلب لذي لب منكن أما نقصان العقل : فشهادة امرأتين تعدل شهادة رجل فهذا نقصان العقل و تمكث الليالي ما تصلي و تفطر في رمضان فهذا نقصان الدين . ‌

"Wahai sekalian wanita ! bershadaqahlah kalian dan perbanyaklah istighfar karena aku telah melihat kalian adalah mayoritas penduduk neraka. Sesungguhnya kalian banyak melaknat dan mengkufuri suami. Tidaklah aku dapati yang kurang aqalnya dan agamanya mampu mengalahkan yang mempunyai akal daripada kalian. Adapun kurang aqal : maka persaksian dua wanita sebanding persaksian satu laki-laki maka yang demikian adalah kurangnya aqal. Dan dia tinggal menjalani beberapa malam tanpa sholat dan dia berbuka (tidak puasa) di bulan ramadhan maka ini adalah kurangnya agama." (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi dan lainnya. dan Dishahihkan Syaikh Al Albany. Lihat Shahih Al Jami' no. hadits 7980)

ــ إن الرجل لترفع درجته في الجنة فيقول : أنى لي هذا ؟ فيقال : باستغفار ولدك لك . ‌
"Sesungguhnya ada seseorang yang diangkat derajatnya disurga, maka iapun berkata : Bagaimana ini bisa untukku? Maka dikatakan : disebabkan anakmu beristighfar (memohonkan ampun) untukmu. (HR. Ahmad, Al Baihaqi dan lainnya, Dishahihkan Syaikh Al Albany. Lihat Shahih Al Jami' no. hadits 1617)
Wallahu A'lam bisshowab

“ Memahami Kemajuan dan Kemunduran Bani Umayah ”



MAKALAH
BANI UMAYAH
Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen pembimbing : Drs. H. A. Burhanudin, M.Pd.I
LOGO STAIM











Disusun oleh :
Nama                          : - Anisa Umi                          (04)
  - Itsnaini Nur Laila             (19)     
  - Khidir Hidayatullah         (22)     
  - Ria Faatihatul Inayah      (32)     
  - Suparti                               (49)     
  - Diana Oktaviani                (58)

Program Studi           : Pendidikan Agama Islam
Jurusan                      : Tarbiyah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH
(STAIM ) KLATEN
2013/2014

KATA PENGANTAR

            Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-NYA. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dengan judul “Memahami Kemajuan dan Kemunduran Bani Umayah”. Salam dan sholawat semoga tetap tercurah kepada uswatun hasanah Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya hingga hari akhir zaman.
            Tugas ini kami susun sebagai bagian dari tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dan sebagai bahan diskusi mahasiswa, untuk  memahami kemajuan dan kemunduran Bani Umayah.
            Dalam penyusunan tugas ini banyak kekurangan dan kami mengharapkan  saran dan kritik dari pembaca untuk pembenaran tugas ini. Dan semoga penyusunan tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca semuanya. Aamiin.


Klaten, 09 Oktober 2013


      Team Penyusun





DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI                          ......................................................................    3
BAB I PENDAHULUAN     ......................................................................    4
BAB II PEMBAHASAN      ......................................................................    6
-          Perluasan Wilayah       ......................................................................    7
-          Munculnya Pemberontakan    ..........................................................    8
-          Kelemahan–Kelemahan Khalifah Sepeninggal ‘Umar bin ‘Abdul
‘Aziz –rahimahullaahu ta’ala-.          ..............................................  10
-          Faktor-Faktor Kemunduran Bani Umayyah   ................................... 10
BAB III. PENUTUP              ......................................................................  12
DAFTAR PUSTAKA     


BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarah agama-agama dunia, Islam termasuk agama yang sangat prestius dan luar biasa. Agama yang notabene datang dan mampu menjadi salah satu agama terbesar dunia dengan jumlah penganut milaran orang dan tersebar di seluruh pelosok dunia. Stephen Sulaiman Schwartz menyebutkan bahwa Islam datang sebagai agama monoteistik (yang mempercayai adanya tuhan itu hanya satu) terbesar ketiga setelah Yahudi dan Kristen.[1]
Sejak kelahirannya pada awal abad ke-7 di Mekkah, Islam terus mengalami perkembangan yang pesat melewati berbagai tantangan yang sangat berat, sampai akhirnya tersebar ke seluruh dunia.[2]
Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran Islam yang dilakukan dalam setiap generasi muslim di setiap zaman sangat luar biasa dan cukup menggeliat. Perjuangan dakwah Islamiyah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan masa setelahnya yaitu Abu Bakar, Islam telah mencapai seluruh Arabia. Pada masa Umar, Islam telah meluas ke wilayah-wilayah Byzantium, Palestina, Mesir dan wilayah-wilayah Sasaniyah Persia dan Irak. Pada masa Ustman dan ‘Ali, upaya perluasan Islam terhenti akibat konflik internal umat Islam pada saat itu yang tidak dapat dihindarkan.[3]
Kemajuan dan perkembangan Islam tersebut tentu saja merupakan prestasi pengembangan Islam yang dilakukan oleh Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali. Mereka menjadi garda depan pengembangan dan perluasaan Islam, walaupun di tengah-tengah kekuasaan mereka Seringkali muncul berbagai konflik yang tidak menguntungkan, seperti konflik politik yang terjadi pada masa Ustman dan Ali.
Demikian pula halnya dengan masa-masa kekuasaan pada khilafah Bani Umayyah dan Bani Abbas. Kedua dinasti ini telah menjadi legenda tersendiri dalam sejarah kekuasaan Islam yang telah melakukan perubahan drastis terhadap sistem kekuasaan Islam.
Dinasti Umayyah yang berpusat Di Damaskus mulai terbentuk sejak terjadinya peristiwa tahkim pada Perang Siffin. Perang yang dimaksudkan untuk menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman bin Affan itu, semula akan dimenangkan oleh piahak Ali, tetapi melihat dari kekalahan itu, Mu’awiyyah segera mengajukan usul kepada pihak Ali untuk kembali kepada hukum Allah.[4]
Dalam peristiwa tahkim itu, Ali telah telah terpedaya oleh taktik dan siasat Mu’awiyah yang pada akhirnya ia meninggal mengalami kekalahan secara politis. Sementara itu, Mu’awiyah mendapat kesempatan untuk mengangkat dirinya sebagai khalifah sekaligus raja.[5] Peristiwa ini di masa kemudian menjadi awal munculnya pemahaman yang beragam dalam masalah teologi.
Betapapun  hebatnya pertikaian yang terjadi di kalangan kaum muslimin, Muawiyah dan dinastinya yang terdiri dari orang-orang Bani Umayyah ternyata sanggup mengatasinya dengan berbagai macam cara, termasuk kekerasan dan perang. Kemudian mendirikan imperium yang amat luas kekuasaannya.[6]
Upaya menjelaskan sejarah tentang dinasti Bani Umayyah, dapat ditinjau dari tiga fase, yaitu: fase pembentukan, kejayaan, dan fase kemunduran. Secara khusus, makalah ini akan menjelaskan tentang fase dan kejayaan dan kemunduran Bani Umayyah di Syiria (Damaskus).


BAB II
PEMBAHASAN
Masa Kekhilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan –radhiyallaahu ‘anhu-, dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun), yaitu setelah Hasan bin ‘Ali –radhiyallaahu ‘anhuma- menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan –radhiyallaahu ‘anhu-, dalam rangka mendamaikan kaum muslimin, yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya ‘Utsman bin Affan –radhiyallaahu ‘anhu-, perang Jamal dan pengkhianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi’ah.
Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah bin Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan radhiyallaahu ‘anhu- bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah Ta’ala.[7]

Para Khalifah Bani Umayyah
Para Khalifah yang cukup berpengaruh dari Bani Umayyah ini adalah: [8]
  1. Muawiyah bin Abi Sufyan [Muawiyah I], (661-680 M),
  2. Yazid bin Muawiyah [Yazid I], (680-683 M),
  3. Muawiyah bin Yazid [Muawiyah II], (683-684 M),
  4. Marwan Ibnul Hakam [Marwan I], (684-685 M),
  5.  Abdul Malik bin Marwan (685-705 M),
  6. Al-Walid bin ‘Abdul Malik [al-Walid I], (705-715 M),
  7. Sulaiman bin ‘Abdul Malik, (715-717 M),
  8. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz [‘Umar II], (717-720M),
  9. Yazid bin ‘Abdul Malik [Yazid II], (720-724 M),
  10. Hisyam bin ‘Abdul Malik (724-743 M).
  11. Walid bin Yazid [al-Walid III], (743-744 M).
  12. Yazid bin Walid [Yazid III], (744 M).
  13. Ibrahim bin Walid, (744 M).
  14. Marwan bin Muhammad [Marwan II al-Himar ~Kesabarannya melebihi keledai dalam menghadapi pemberontak~ dan sebagai Khalifah Bani Umayah terakhir], (745-750 M).

Perluasan Wilayah
Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah ‘Utsman bin Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib –radhiyallaahu ‘anhum- dilanjutkan kembali oleh daulah ini. Di zaman Muawiyah bin Abu Sufyan –radhiyallaahu ‘anhu-, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah –radhiyallaahu ‘anhu- dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah ‘Abdul Malik bin Marwan . Dia berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.[9]
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman al-Walid bin ‘Abdul Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Maroko dapat ditundukkan, Thariq bin Ziyadrahimahullah-, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepatnya dapat dikuasai. Setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, yang mana disebut sebagai khalifah yang ke lima serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin ‘Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping itu, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (Mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, maka kekuasaan Islam semakin luas yang meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, turkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah –radhiyallaahu ‘anhu- mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. ‘Abdul Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah ‘Abdul Malik –rahimahullaahu ta’ala- juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan Khalifah ‘Abdul Malik –rahimahullaahu ta’ala- diikuti oleh putera al-Walid bin ‘Abdul Malik –rahimahullaahu ta’ala- (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

Munculnya Pemberontakan
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Karena Muawiyah –radhiyallaahu ‘anhu- dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan al-Hasan bin ‘Ali –radhiyallaahu ‘anhuma- ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah –radhiyallaahu ‘anhu- diserahkan kepada dewan syura kaum Muslimin dan terserah kepada mereka siapa yang dipilih untuk mengisi kekosongan jabatan khalifah.[10]
Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid –rahimahullaahu ta’ala- sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Ketika Yazid –rahimahullaahu ta’ala- naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid –rahimahullaahu ta’ala- kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya.
Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein bin ‘Ali dan ‘Abdullah Bin Zubair Ibnul Awwam–radhiyallaahu ‘anhum-. Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (pengikut ‘Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melakukan penggabungan kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein bin ‘Ali –radhiyallaahu ‘anhuma-. Pada tahun 680 M, ia berangkat dari Mekkah ke Kufah atas tipu daya golongan Syi’ah yang ada di Irak. Ummat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid . Mereka berusaha menghasut dan mengangkat Husein –radhiyallaahu ‘anhuma- sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karballa, sebuah daerah di dekat Kufah, tentara dan seluruh keluarga Husein –radhiyallaahu ‘anhuma- kalah dan Husein –radhiyallaahu ‘anhuma- sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karballa.
Perlawanan orang-orang Syi’ah tidak padam dengan sebab terbunuhnya Husein –radhiyallaahu ‘anhuma-. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi’ah terjadi. Yang termashur diantaranya adalah pemberontakan al-Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya mengaku sebagai Nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Al-Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, gerakan ‘Abdullah bin Zubair –radhiyallaahu ‘anhuma-. Namun, Ibnu Zubair –radhiyallaahu ‘anhuma- juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi’ah.
‘Abdullah bin Zubair –radhiyallaahu ‘anhuma- membina gerakan oposisinya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah al-Husein bin ‘Ali –radhiyallaahu ‘anhuma- terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung Madinah dan Makkah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan terhenti karena Yazid wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Gerakan ‘Abdullah bin Zubair –radhiyallaahu ‘anhuma- baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan ‘Abdul Malik bin Marwan. Tentara Bani Umayyah dipimpin al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berangkat menuju Thaif, kemudian ke Madinah dan akhirnya meneruskan perjalanan ke Makkah. Ka’bah diserbu. Keluarga Ibnu Zubair –radhiyallaahu ‘anhuma- dan sahabatnya melarikan diri, sementara Ibnu Zubair –radhiyallaahu ‘anhuma- sendiri dengan gigih melakukan perlawanan sampai akhirnya terbunuh pada tahun 73 H/692 M.
Selain gerakan di atas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan kelompok Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan-gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (andalus). Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz –rahimahullaahu ta’ala- (717-720 M). Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil menyadarkan golongan Syi’ah. Dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Zakat diperingan. Kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.

Kelemahan–Kelemahan Khalifah Sepeninggal ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz –rahimahullaahu ta’ala-.
Sepeninggal ‘Umar bin ‘Abdul Aziz –rahimahullaahu ta’ala-, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid bin ‘Abdul Malik –rahimahullaahu ta’ala- (720- 724 M). Namun sayang, penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin ‘Abdul Malik. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam bin ‘Abdul Malik –rahimahullaahu ta’ala- (724-743 M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas.
Sepeninggal Hisyam bin ‘Abdul Malik –rahimahullaahu ta’ala-, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan II bin Muhammad al-Himar –rahimahullaahu ta’ala-, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.

Faktor-Faktor Kemunduran Bani Umayyah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor tersebut antara lain:
  1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas, sehingga menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.[11]
  2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa ‘Ali –radhiyallaahu ‘anhu-. Sisa-sisa Syi’ah dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah.
  3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.[12] Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non-Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.[13]
  4. Lemahnya para khalifah, kecenderungan mereka hidup santai, sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan dan keluarnya mereka dari prinsip-prinsip Islam yang menjadi tonggak tegaknya sebuah negara. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
  5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas bin Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.[14]



BAB III
PENUTUP

Bani Umayah merupakan salah satu penguasa Islam yang cukup masyhur seperti penguasa muslim lainnya. Bahkan pada masa ini, perubahan demi perubahan dilakukan, setidaknya keberanian Bani Umayah untuk keluar dari tradisi Arab dalam masalah pergantian kepemimpinan serta pemindahan pusat kekuasaan dari Jazirah Arab ke Damaskus (luar jazirah Arab) menjadi bukti sederhana tentang dinamika yang terjadi pada masa Bani Umayah berkuasa.
Tulisan di atas – walaupun sangat singkat – telah memberikan gambaran tentang pergulatan kekuasan Bani Umayah dengan segala dinamika yang terjadi selama berkuasa kurang lebih 90 tahun lamanya, di satu sisi telah menorehkan banyak catatan kemajuan bagi Islam, tetapi pada sisi yang lain tidak jauh beda dengan penguasa-penguasa sebelumnya, yaitu ketidakmampuan dalam meminimalisir konflik politik, yang seringkali menimbulkan berbagai tragedi pertempuran di kalangan umat Islam.
Namun demikian, Bani Umayah tetaplah bagian penting dan menarik dalam sejarah umat Islam, karena tidak semua yang dilakukan Bani Umayah itu buruk, tetapi juga memiliki sisi penting yang harus ditiru oleh umat Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Syed Amer, A Short History of the saracens, (New Delhi, Kitab Bavhan, 1981).
Amin, Ahmad, Dhuha al-islam, Jilid 1, (Kairo: Lajnah al-Ta’lif wa al-Nasyr, Tanpa tahun)
Gibb, H.A.R., Islam dalam Lintasan Sedjarah (Jakarta: Yayasan Franklin, 1953)
Hitti, Philip K., History of the Arabs, (London: Macmilan, 1970).
Imam As-Suyuthi, Taarikh Khulafa’, cet. th. 1409H/1989M
Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 1999)
Sulaiman Schwartz, Stephen, Dua Wajah Islam : Modernisme vs Fundamentalisme dalam Wacana Global, terj. Hodri Ariv (Jakarta: Balantika, 2007)
Sayyid al-Wakil, DR. Muhammad, Wajah Dunia Islam
Syafiq A. Mughni, Dinamika Intelektual Islam Pada Abad Kegelapan (Surabaya: LPAM, 2002)
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. (Jakarta PT. RajaGrafindo Persada, 2004)
Watt, W. Montgomery, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990).
Yatim, Dr. Badri, M. A., Sejarah Kebudayaan Islam, cetakan pertama th. 1993.
 http://id.wikipedia.org/wiki, di akses hari jum’at tanggal 29 september 2013|21:17


[1] Stephen Sulaiman Schwartz, Dua Wajah Islam : Modernisme vs Fundamentalisme dalam Wacana Global, terj. Hodri Ariv (Jakarta, Balantika, 2007), hal. 19
[2] H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sedjarah (Jakarta, Yayasan Franklin, 1953), hal. 25
[3] Syafiq A. Mughni, Dinamika Intelektual Islam Pada Abad Kegelapan (Surabaya, LPAM, 2002), hal. 1
[4] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 34.
[5] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, UI-Press, Jakarta, 1999, J.1 hal. 26
[6] Ahmad Amin, “Yaumul Islam”, Abu Laila dan M.Tohir (Penerj.), Islam dari Masa ke Masa, PT. Remajarosda Karya, Bandung, 1993, hal. 99.
[7]  Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Kebudayaan Islam, cetakan pertama th. 1993, hal 42.
[8]  Imam As-Suyuthi, Taarikh Khulafa’, cet. th. 1409H/1989M, hal 221- 295.
[9]  Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985 , cetakan kelima), hal 61
[10]  DR. Muhammad Sayyid al-Wakil, Wajah Dunia Islam, hal. 34.
[11]  Philip K. Hitti, History of the Arabs, (London: Macmilan, 1970) hlm.281.
[12] Syed Amer Ali, A Short History of the saracens, (New Delhi, Kitab Bavhan, 1981), hlm.169-170.
[13]  W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), hlm. 23
[14]  Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Kebudayaan Islam, cetakan pertama th. 1993.