Friday, December 28, 2012

Hakikat Manusia dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk segenap manusia. Di dalamnya Allah menyapa akal dan perasaan manusia, mengajarkan tauhid kepada manusia, menyucikan manusia dengan berbagai ibadah, menunjukkan manusia kepada hal-hal yang dapat membawa kebaikan serta kemaslahatan dalam kehidupan individual dan sosial manusia, membimbing manusia kepada agama yang luhur agar mewujudkan diri, mengembangkan kepribadian manusia, serta meningkatkan diri manusia ke taraf kesempurnaan insani. Sehingga, manusia dapat mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an juga mendorong manusia untuk merenungkan perihal dirinya, keajaiban penciptaannya, serta keakuratan pembentukannya. Sebab, pengenalan manusia terhadap dirinya dapat mengantarkannya pada ma’rifatullah, sebagaimana tersirat dalam Surah at-Taariq [86] ayat 5-7.
فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ . خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ . يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ .
Maka, hendaklah manusia merenungkan, dari apa ia diciptakan. Ia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. (Q.S. at-Taariq [86]: 5-7)
Berkaitan dengan hal ini, terdapat sebuah atsar yang menyebutkan bahwa “Barang siapa mengenal dirinya, niscaya ia mengenal Tuhan-nya.”
Di samping itu, Al-Qur’an juga memuat petunjuk mengenai manusia, sifat-sifat dan keadaan psikologisnya yang berkaitan dengan pembentukan gambaran yang benar tentang kepribadian manusia, motivasi utama yang menggerakkan perilaku manusia, serta faktor-faktor yang mendasari keselarasan dan kesempurnaan kepribadian manusia dan terwujudnya kesehatan jiwa manusia.
Dalam tulisan ini, penulis akan mencoba melihat sejauh mana hakikat manusia menurut perspektif Al-Qur’an. Di awal pembahasan, penulis akan memaparkan secara sekilas definisi manusia dan asal-usul penciptaannya. Semoga tulisan sederhana ini bisa menambah inspirasi untuk memantapkan kembali eksistensi kita sebagai manusia.
 
Definisi Manusia
Ketika berbicara tentang manusia, Al-Qur’an menggunakan tiga istilah pokok. Pertama, menggunakan kata yang terdiri atas huruf alif, nun, dan sin, seperti kata insan, ins, naas, dan unaas. Kedua, menggunakan kata basyar. Ketiga, menggunakan kata Bani Adam dan dzurriyat Adam.
Menurut M. Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang bermakna penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Al-Qur’an menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Dengan demikian, kata basyar dalam Al-Qur’an menunjuk pada dimensi material manusia yang suka makan, minum, tidur, dan jalan-jalan. Dari makna ini lantas lahir makna-makna lain yang lebih memperkaya definisi manusia. Dari akar kata basyar lahir makna bahwa proses penciptaan manusia terjadi secara bertahap sehingga mencapai tahap kedewasaan.
Allah swt. berfirman:
َ وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. (Q.S. ar-Rum [30]: 20)
Selain itu, kata basyar juga dikaitkan dengan kedewasaan manusia yang menjadikannya mampu memikul tanggung jawab. Akibat kemampuan mengemban tanggung jawab inilah, maka pantas tugas kekhalifahan dibebankan kepada manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah berikut ini.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Q.S. al-Hijr [15]: 28-29):
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ .
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 30)
Sementara itu, kata insan terambil dari kata ins yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Musa Asy’arie menambahkan bahwa kata insan berasal dari tiga kata: anasa yang berarti melihat, meminta izin, dan mengetahui; nasiya yang berarti lupa; dan al-uns yang berarti jinak. Menurut M. Quraish Shihab, makna jinak, harmonis, dan tampak lebih tepat daripada pendapat yang mengatakan bahwa kata insan terambil dari kata nasiya (lupa) dan kata naasa-yanuusu (berguncang). Dalam Al-Qur’an, kata insaan disebut sebanyak 65 kali. Kata insaan digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Bahkan, lebih jauh Bintusy Syathi’ menegaskan bahwa makna kata insaan inilah yang membawa manusia sampai pada derajat yang membuatnya pantas menjadi khalifah di muka bumi, menerima beban takliif dan amanat kekuasaan.
Dua kata ini, yakni basyar dan insaan, sudah cukup menggambarkan hakikat manusia dalam Al-Qur’an. Dari dua kata ini, kami menyimpulkan bahwa definisi manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna, yang diciptakan secara bertahap, yang terdiri atas dimensi jiwa dan raga, jasmani dan rohani, sehingga memungkinkannya untuk menjadi wakil Allah di muka bumi (khaliifah Allah fii al-ardl).
 
Asal-Usul Penciptaan Manusia
Al-Qur’an telah memberikan informasi kepada kita mengenai proses penciptaan manusia melalui beberapa fase: dari tanah menjadi lumpur, menjadi tanah liat yang dibentuk, menjadi tanah kering, kemudian Allah swt. meniupkan ruh kepadanya, lalu terciptalah Adam a.s. Hal ini diisyaratkan Allah dalam Surah Shaad [38] ayat 71-72.
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ .
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka, apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu menyungkur dengan bersujud kepadanya.” (Q.S. Shaad [38]: 71-72.)
Perhatikan juga firman Allah dalam Surah al-H{ijr [15] ayat 28-29.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ .
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Q.S. al-Hijr [15]: 28-29)
Dalam Al-Qur’an, kata ruh (ar-ruh) mempunyai beberapa arti. Pengertian ruh yang disebutkan dalam ayat-ayat yang menjelaskan penciptaan Adam a.s. adalah ruh dari Allah swt. yang menjadikan manusia memiliki kecenderungan pada sifat-sifat luhur dan mengikuti kebenaran. Hal ini yang kemudian menjadikan manusia lebih unggul dibanding seluruh makhluk yang lain. Karakteristik ruh yang berasal dari Allah ini menjadikan manusia cenderung untuk mengenal Allah swt. dan beribadah kepada-Nya, memperoleh ilmu pengetahuan dan menggunakannya untuk kemakmuran bumi, serta berpegang pada nilai-nilai luhur dalam perilakunya, baik secara individual maupun sosial, yang dapat mengangkat derajatnya ke taraf kesempurnaan insaniah yang tinggi. Oleh sebab itu, manusia layak menjadi khalifah Allah swt.
Ruh dan materi yang terdapat pada manusia itu tercipta dalam satu kesatuan yang saling melengkapi dan harmonis. Dari perpaduan keduanya ini terbentuklah diri manusia dan kepribadiannya. Dengan memperhatikan esensi manusia dengan sempurna dari perpaduan dua unsur tersebut, ruh dan materi, kita akan dapat memahami kepribadian manusia secara akurat.
Kemudian, dalam ayat lain juga disebutkan mengenai permulaan penciptaan manusia yang berasal dari tanah.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ .
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan, kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Q.S. al-Hajj [22]: 5)
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ . ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ .
Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka, Mahasuci-lah Allah, Pencipta yang paling baik. (Q.S. al-Mu’minuun [23]: 13-14)
Itulah di antara sekian banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang asal-usul penciptaan manusia. Penciptaan manusia yang bermula dari tanah ini tidak berarti bahwa manusia dicetak dengan memakai bahan tanah seperti orang membuat patung dari tanah. Akan tetapi, penciptaan manusia dari tanah tersebut bermakna simbolik, yaitu saripati yang merupakan faktor utama dalam pembentukan jasad manusia. Penegasan Al-Qur’an yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah ini merujuk pada pengertian jasadnya. Oleh karena itu, Al-Qur’an menyatakan bahwa kelak ketika ajal kematian manusia telah sampai, maka jasad itu akan kembali pula ke asalnya, yaitu tanah.
Secara komprehensif, Umar Shihab memaparkan bahwa proses penciptaan manusia terbagi ke dalam beberapa fase kehidupan sebagai berikut. Pertama, fase awal kehidupan manusia yang berupa tanah. Manusia berasal dari tanah disebabkan oleh dua hal: (1) manusia adalah keturunan Nabi Adam a.s. yang diciptakan dari tanah; (2) sperma atau ovum yang menjadi cikal bakal manusia bersumber dari saripati makanan yang berasal dari tanah. Kedua, saripati makanan yang berasal dari tanah tersebut menjadi sperma atau ovum, yang disebut oleh Al-Qur’an dengan istilah nutfah. Ketiga, kemudian sperma dan ovum tersebut menyatu dan menetap di rahim sehingga berubah menjadi embrio (‘alaqah). Keempat, proses selanjutnya, embrio tersebut berubah menjadi segumpal daging (mudlghah). Kelima, proses ini merupakan kelanjutan dari mudlghah. Dalam hal ini, bentuk embrio sudah mengeras dan menguat sampai berubah menjadi tulang belulang (‘idzaam). Keenam, proses penciptaan manusia selanjutnya adalah menjadi daging (lahmah). Ketujuh, proses peniupan ruh. Pada fase ini, embrio sudah berubah menjadi bayi dan mulai bergerak. Kedelapan, setelah sempurna kejadiannya, akhirnya lahirlah bayi tersebut ke atas dunia.

Tegnologi Kedokteran


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tanpa penemuan teknologi di bidang kedokteran,tak dapat dibayangkan bagaimana beragam penyakit yang semakin kompleks dapat teratasi.Kemajuan dalam banyak bidang telah diikuti pula beragam penyakit yang makin tidak mudah mengatasinya.Sumbangsih terbesar bagi kemajuan dunia kedokteran adalah hasil dari ditemukannya berbagai macam teknologi di bidang kedokteran adalah orang-orang yang memiliki kepedulian tinggi pada dunia kemanusiaan.
Penemuan teknologi bidang kedokteran,ternyata tidak hanya dilakukan oleh praktisi kesehatan,orang-orang di luar bidang pun turut andil menemukannya.Ini merupakan satu hal yang dapat Anda petik dari buku ini.Robert Langer,misalnya.ilmuwan dari MIT yang berhasil menemukan polimer untuk aplikasi biomedis ini bukan berasal dari lingkungan kedokteran.
Bukan saja untuk usia tua,usia muda pun turut berkiprah dalam ragam penemuan bidang kedokteran.Misalnya,Michael Callahan,sang penemu AUDEO.Terdorong keinginan membantu orang sakit berkomunikasi,pria kelahiran 1982 ini mewujudkan kecintaannya pada nanoteknologi dan neurosains dengan menemukan AUDEO.Alat ini merupakan komunikasi orang sakit yang dapat dioperasikan tanpa menyentuh tombol apapun.Masih banyak Callahan dan Robert Langer lain yang dapat ditemui dalam buku ini
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Tegnologi
Tegnologi berasal dari istilah teckne yang berarti seni (art) atau keterampilan. Menurut Dictionary of Science, teknologi adalah penerapan pengetahuan teoritis pada masalah-masalah praktis.
Memahami teknologi tidak dapat dipisahkan dari ilmu pengetahuan alam (nature science) dan rekayasa (engineering). Ilmu pengetahuan alam adalah input bagi proses ilmu rekayasa sedangkan teknologi adalah hasil proses rekayasa.
Di antara ketiganya, IPA menggunakan lambing-lambang komunikasi yang paling pasti seperti matematika, fisika, kimia, biologi sehingga kemungkinan untuk disalah mengerti kecil sekali. Proses rekayasa sudah barang tentu menggunakan lambing-lambang yang digunakan dalam IPA, tetapi Rekayasa juga sedikit menggunakan bahasa-bahasa yang digunakan dalam ilmu social sehingga mudah dipahami. Jadi Rekayasa adalah wilayah tengah-tengah, dimana dapat menggunakan lambing-lambang dalam IPA dan juga mampu di pahami karena terdapat ilmu sosialnya. Sedangkan Teknologi, kerena fungsinya adalah untuk mempermudah kegiatan manusia maka harus lebih dimengerti manusia sehingga teknologi mampu digunakan oleh manusia itu sendiri.
a.       Manusia tidak dapat dipisahkan lagi dengan teknologi
b.      Manusia memerlukan teknologi dalam seluruh aspek kehidupannya
c.       Teknologi menjadi tempat dan lingkungan hidup manusia (habitat).

2.      Sejarah Tentang Tegnologi Kodokteran
Dalam suatu pertemuan ilmiah, 3 orang ilmuwan dari Amerika, Jerman dan
Indonesia saling berbincang tentang perkembangan teknologi kedokteran
yang telah dicapai di negaranya masing-masing. Ilmuwan Amerika berkata:
" di Washington, lahir seorang bayi tanpa lengan, sehingga kami harus
memasang tangan buatan untuk membantunya. Sekarang ia sudah dewasa
dan berhasil menjadi juara dunia tinju serta merebut medali emas di
olimpiade ". 
Kemudian si ilmuwan Jerman menambahkan : " itu sih tidak ada apa -
apanya. Di Berlin seorang bayi lahir tanpa sepasang kaki, sehingga kami
harus memasang kaki buatan. sekarang ia juga sudah dewasa dan berhasil
menjadi juara dunia lari marathon serta merebut 3 medali emas olimpiade "
Tanpa mau kalah, ilmuwan Indonesia menyela : " hanya itukah yang bisa
kalian peroleh, medali emas olimpiade ?. 
Di Pare Pare, Sulawesi Selatan, lahir seorang bayi tanpa kepala. Agar tetap
hidup kami kemudian memasang sebutir kelapa sebagai pengganti kepala.
Dan ia sekarang menjadi Presiden Republik Indonesia " .
3.      Pentingnya Tegnologi Kedokteran Dirumah Sakit
Kalau melihat perkembangan teknologi kedokteran dan kebijakan untuk rumah sakit tak ada habisnya mulai dari program INA-DRG, Case Mix, Sistem Informasi Manajemen RS, hingga medical imaging dan medical engineering. Ujung-ujungnya adalah pada patient care dan patient safety. Rumah sakit tidak cukup alasan untuk mengesampingkan 2 unsur tersebut oleh karena usaha dibidang ini bak dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Satu sisi adalah sebagai organisasi sosial dan satu sisi adalah institusi bisnis. Namun belakangan pergeseran fungsi ini lebih banyak kekanan daripada ke kiri. Ini artinya fungsi sosial RS sudah mulai bergeser menjadi yang kurang dominan.
Salah satu hal yang menyebabkan pergeseran ini salah satunya adalah kemampuan teknologi dan resources SDM RS yang cenderung tidak berimbang. Di satu sisi teknologi informasi komputer berkembang cepat tapi disisi lain kemampuan SDM bergerak pasif bahkan cenderung stagnan. Hal ini menyebabkan berbagai peralatan IT dan teknologi kedokteran tidak mencapai kapasitas maksimal padahal alat-alat kedokteran hampir bisa ditebak ”pasti” mahal. Padahal peralatan2 tersebut diperoleh dengan cara hutang atau sewa dari perusahaan supplier. Kesalahan prosedur penggunaan dan perawatan alat maupun teknologi menyebabkan tergangunya utilitas yang berakibat mengganggu pendapatan RS. Di samping itu biaya perawatan alat yang mahal merupakan beban tersendiri karena alat tersebut tidak memiliki spare part di Indonesia.
Beban tersebut saat ini dijadikan alasan mengapa akses layanan teknologi di RS mahal. Untuk menutupi biaya operasional tersebut tidak jarang pihak menajemen RS membebankannya kepada pasien secara tidak obyektif. Hitung-hitungan tersebut buntutnya akan menaikkan biaya pelayanan yang sangat mahal.
Salah satu solusinya adalah penguasaan teknologi kedokteran. Pemakaian produk-produk bangsa perlu ditingkatkan lebih banyak lagi. USG produk lokal, EKG, Nebulizer, kursi roda, Bed ICU, Stetoskop hingga alat bedah minor kini sudah banyak diproduksi oleh bangsa Indonesia. Mengenai kualitas sebagian memang masih belum bisa menyamai produk luar negeri tetapi sebagian sudah sama berkualitasnya bahkan lebih baik. Semakin banyak produk dalam negeri dipakai, logikanya akan semakin baik pula kualitasnya karena akan semakin banyak ditemukan kelemahannya sehingga dituntut untuk selalu memperbaikinya.
Penelitian2 dibidang rekayasa biomedika ini sudah banyak dilakukan oleh para peneliti kita, bahkan sudah ada sekolahnya. Kalau di UGM dulu ada DIII Elektromedik, sekarang sudah berkembang dengan adanya S2 Teknik Biomedika yaitu di ITB, UI, UGM dan ITS.
4.      Perkembangan Tegnologi Kedokteran
Perkembangan teknologi kedokteran telah membawa kita untuk tidak perlu lagi membuat “jendela”, tetapi cukup membuat “lubang kunci” pada tubuh (Key-Hole Surgery). Selanjutnya di  “lubang kunci” itu dipasang sebuah alat berbentuk selongsong, yang kemudian dipakai sebagai tempat memasukkan pelbagai macam peralatan seperti, kamera, gunting, pisau ataupun alat penyedot.
a.      Transplantasi Organ
Kemajuan biomedis dan teknologi kedokteran semakin memungkinkan transplantasi organ-organ tubuh manusia. Praktek transplantasi kornea mata dan ginjal sudah lazim dilakukan dengan sukses. Baby Fae segera sesudah kelahirannya memperoleh jantung kera (baboon) untuk menggantikan jantungnya yang cacat. Tentu saja dapat dipindahkan pula dari jantung seorang bayi yang tidak memiliki otak (anensefali).
b.      Bedah Plastik
Bidang kedokteran bedah, khususnya bedah plastik, mengalami perkembangan yang pesat. Ahli-ahli bedah plastik tidak hanya menyembuhkan cacat tubuh pasien mereka saja, tetapi juga psikisnya. Bedah plastik dapat memperbaiki cacat sekesil apapun dari tubuhnya hingga merubah wajah orang.
c.       Robot Bisa Bedah Tampa Asisten Manusia
Dengan julukan Biopsy Bot, robot bergantung pada 3-D dan teknologi USG untuk gerakannya. Scan USG ini berfungsi sebagai “mata robot” memungkinkan doc bot untuk mencari target. Dengan teknologi buatan yang canggih, proses data 3-D robot mengirim perintah khusus untuk mekanik lengannya yang memeriksa lesi dan dapat mengambil sampel.
Sejauh ini, generasi robot bedah telah 93% efektif dalam tes yang paling terakhir, dan peneliti di Duke yakin tentang kelayakan robot.
“Salah satu keindahan dari sistem ini adalah bahwa semua komponen hardware tersedia di pasaran,” kata pemimpin tim, profesor Stephen Smith. “Kami percaya bahwa ini adalah langkah pertama dalam menunjukkan bahwa dengan beberapa modifikasi, sistem seperti ini dapat dibangun tanpa harus mengembangkan sebuah teknologi baru dari awal.”
d.      Nanotech Robots coba atasi penyakit seperti kanker
Suatu temuan dilaporkan dalam The Journal Nature pada hari Minggu, memberikan bukti awal bahwa pendekatan pengobatan baru yang disebut interferensi RNA atau RNAi dapat bekerja pada sesorang.
RNA (ribonucleic acid) adalah singkatan dari Asam ribonukleat - senyawa kimia yang berperan penting dalam proses penyakit. Sebuah tim California Institute of Technology di Pasadena menggunakan nanoteknologi – membuat robot polimer kecil dilapisi protein yang disebut transferin yang membawa molekul reseptor pada berbagai jenis tumor atau kanker.
BAB III
PENUTUP
Salah satu hal yang menyebabkan pergeseran ini salah satunya adalah kemampuan teknologi dan resources SDM RS yang cenderung tidak berimbang. Di satu sisi teknologi informasi komputer berkembang cepat tapi disisi lain kemampuan SDM bergerak pasif bahkan cenderung stagnan. Hal ini menyebabkan berbagai peralatan IT dan teknologi kedokteran tidak mencapai kapasitas maksimal padahal alat-alat kedokteran hampir bisa ditebak ”pasti” mahal. Padahal peralatan2 tersebut diperoleh dengan cara hutang atau sewa dari perusahaan supplier. Kesalahan prosedur penggunaan dan perawatan alat maupun teknologi menyebabkan tergangunya utilitas yang berakibat mengganggu pendapatan RS. Di samping itu biaya perawatan alat yang mahal merupakan beban tersendiri karena alat tersebut tidak memiliki spare part di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1.       Hanafiah, M.Y, Etik Kedokteran, Dahulu, Kini dan Masa Mendatang, diajukan pada Temu Ilmiah “Dampak Kemajuan Teknologi Kedokteran Terhadap Etika Moral dan Hukum”, Medan, 30 November 1985.
2.      Heuken, A.S.J, Ensiklopedi Etika Medis, Yayasan Cipta Lokakarya, Cetakan pertama, Jakarta Pusat, 1979.
3.      John Paul II, Pope, Evangelium Vitae, L’Osservatore Romano, Vatikan, April 5, 1995.
4.      Sacred Congregation For The Doctrine of The Faith Declaration on Euthanasia, L’Osservatore Romano, June 30, Page 17, Vatikan 1980.
5.      Sayo, A.C., Euthanasia, Suatu Masalah Etika, Moral dan Hukum, diajukan pada Temu Ilmiah “Dampak Teknologi Kedokteran Terhadap Etika, Moral Dasar Hukum”, Medan, 30 November 1985.
6.      Suseno, F.M, Euthanasia dan pertanggungjawaban Etis, Beberapa Pertimbangan Atas Dasar Etika Katholik (Makalah), Jakarta, 1984.
7.      Vaux, K., Birth Ethics-Religious And Cultural Values In The Genesis of Life, The Crossroad Publishing Company USA, 1989.

Ulumul Qur'an



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat agama Islam di dunia wajib bagi kita untuk menguji tentang al-Qur’an secara mendalam agar kita bisa memahami dan bisa menerapkannya dikalangan keluarga maupun masyarakat.
Yang mana Al-Qur’an yang diwahyukan dari Allah kepada malaikat, disampaikan kepada Nabi Muhammad dan disampaikan kepada masyarakat sebagai pedoman hidup
B.     Rumusan Masalah
1.      Cara Pemeliharaan Al-Qur’an dalam masa Nabi saw.
2.      Cara pemeliharaan al-Qur’an dalam masa Khalifah Abu Bakar siddiq
3.      Cara pemeliharan al-Qur’an dalam masa kalifah Usman bin Affan.
C.    Tujuan Masalah
Dapat memahami cara pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi saw, Abu Bakar Siddiq, dan Usman bin Affan.
D.    Batasan Masalah
Dalam Batasan Masalah ini Penulis hanya membatasi pada cara pemeliharaan al-Qur’an pada masa nabi saw, Abu Bakar Siddiq dan Usman bin Affan.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMELIHARAAN AL-QUR’AN
1.      Masa Nabi SAW
Allah menghrndaki wahyu yang telah diturunkan-Nya itu terpelihara keorisilannya selama-lamanya. Ada dua cara yang dicatat oleh sejarah dalam pemeliharaan Al-Qur’an yaitu dengan menghafal dan menuliskannya. Dalam berbagai riwayat yang sahih disebutkan bahwa setiap turun wahyu, Nabi memanggil para penulis wahyu untuk mencatat wahyu yang turun.
Orang pertama yang menjadi penulis wahyu bagi Nabi di periode Mekah ialah 'Abd Allah bin Abi Sarh. Selain dia, juga ikut menjadi penulis wahyu para khalifah yang empat, al-Zubayr bin 'Awwam, Khalid dan Aban dua putera Sa'id bin al-'Ash bin Umayyah, Hanzhalah bin al-Rabi' al-Asadi, Mu'ayqib bin Abi Fathimah, 'Abd Allah bin al-Arqam al-Zuhri, Syurahbil bin Hasanah, dan 'Abd Allah bin Rawahah.
Setelah hijrah ke Madinah, maka yang mula-mula menjadi pe­nulis wahyu ialah Ubayy bin Ka'b. Kemudian diikuti oleh Zayd bin Tsabit dan sejumlah sahabat lainnya sehingga jumlah mereka men­capai 43 orang. Di antara  para penulis wahyu itu, ada beberapa orang yang menaruh perhatian amat besar dalam pencatatan (tadwin) Al-Qur’an. Mereka itu adalah Ali bin Abi Thalib, 'Abd Allah bin Mas'ud, Abu al-Darda, Mu'adz bin Jabal, Zayd bin Tsabit, Ubayy bin Ka'b, dan lain-lain.
Bahan-bahan yang dijadikan untuk mencatat wahyu-wahyu yang turun ialah benda-benda yang dapat ditulis dan mudah didapat­kan waktu itu seperti al-riqa (batu, pelepah kurma, tulang, dan se­bagainya).
Para penulis wahyu itu mencatat setiap wahyu yang turun sesuai dengan lafal yang disampaikan oleh Nabi. Pencatatan. Resmi di hadapan Nabi inilah kemudian yang disajikan dasar oleh Abu Bakar dalam menghimpun Al-Qur’an. Ayat itu menggambarkan kepada kita bahwa ayat-ayat madaniyyah yang diturunkan belakangan dimasukkan ke dalam kelompok ayat-ayat makkiyah yang sudah lebih dulu diturunkan.
Bahwa al-Qur’an sudah ditulis pada waktu Nabi masih Hidup, semua ahli mengkuinya, baik ulama, maupun kaum orientalis. Namun yang menjadi permasalahan disini : apakah keseluruhan Al-Qur’an sudah tercatat di waktu itu, pendapat Guillaume ini tidak didukung oleh fakta sejarah dan argument yang kuat. Bukti-bukti yang autentik menunjukkan bahwa tak ada al-Qur’an yang luput dari catatan penulis wahyu meskipun Nabi dan para sahabatnya berada dalam keadaan dan kondisi yang sangat sulit seperti yang mereka alami pada periode Mekkah. periode ini sebagaimana dicatat oleh sejarah, dapat disebut masa kesengsaraan dan penderitaan bagi Nabi dan para sahabatnya.
Walaupun keadaan teramat mencekam karena selalu dikejar­-kejar oleh kafir Mekah, namun para penulis wahyu tetap. setia men­dampingi Nabi dan senantiasa siap setiap saat untuk menuliskan wahyu yang turun. Buktinya Umar bin al-Khaththab menemukan naskah surat Thaha di rumah adiknya, Fathimah binti al-Khaththab, setelah membaca naskah itu ia (Umar) bergegas ke rumah Rasul Allah, dan langsung menyatakan masuk Islam di hadapan Nabi saw. Ini terjadi antara tiga sampai empat tahun sebelum hijrah ke Madinah.
Dalam keadaan yang sangat sempit dan mencekam sebagaimana digambarkan itu, pencatatan Alqur'an terus berjalan; tentu sangat masuk akal bila pada periode Madinah pencatatan wahyu yang turun lebih banyak karena situasi dan kondisis umat Islam waktu ini relatif lebih baik, aman dan tenterarn.. Apalagi di periode Madinah ini umat Islam telah merupakan satu komunitas muslim yang kuat dan disegani di tanah Arab dengan Nabi sebagai pimpinannya.
Disamping mencatat setiap wahyu yang turun, cara kedua yang digunakan dalam memelihara Al-Qur’an ialah melalui hafalan. Para sahabat umumnya menghafal Al-Qur’an namun mereka yang menghafal keseluruhannya tidak banyak, antara lain Ubbayy bin Ka’b, Mu’az bin Jabal, Zayd bin Tsabit, Abu Zayd, Abu al-Darda, Sa’ad bin Ubaid, Usman bin Affan, dan lain-lain.
Fakta sejarah yang dikemukakan itu sekaligus member gambaran kepada kita bahwa al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad benar-benar asli dan mutawir dikalangan sahabat dan umat islam waktu itu.
2.      Masa Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq
Setelah Nabi wafat tahun 11 H. (632 M) Abu bakar diangkat menjadi Khalifah (Kepala Negara) Menggantikannya. Tak lama kemudian sebagian kaum muslim murtad. Mereka tak mau membayar zakat. Selain itu muncul beberapa Nabi palsu yang memberontak terhadap Abu bakar seperti Musaylimah al-Kadzdzab, al-aswad al-Ansi, Sajah binti al-Harists dan lain-lain. Akibatnya ketentraman masyarakat, stabilitas keamanan dan politik terancam. Semua itu memaksa Khalifah untuk mengambil tindakan tegas dan keras.
Akhirnya pecahlah pertempuran yang sengit di Yaman melawan pasukan Musaylimah. Bergugurlah korban di kedua belah pihak. Diantara para sahabat Nabi yang gugur, terdapat 70 orang mereka yang hafal al-Qur’an.
Mengingat kondisi yang kritis semacam itu, maka umar mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar supaya Al-Quran yang sudah ditulis di masa Nabi itu dihimpun dalam satu kitab.
Pada mulanya Abu Bakar menolak usul Umar itu dengan alas an, Nabi tak pernah melakukannya. Ia khawatir, kalau-kalau perbuatan tersebut menyeleweng dari garis yang telah ditetapkan Nabi.
Akhirnya setelah melalui diskusi yang relative lama antara kedua tokoh itu, tuhan membukakan hati Abu Bakar menerima dan melaksanakan gagasan Umar tersebut. Lalu ia memanggil Zayd bin Tsabit, seseorang pemuda yang berpengetahuan luas, jujur, dan salah seorang penulis wahyu, untuk meneliti kembali naskah-naskah al-Qur’an yang telah ditulis ketika Nabi masih hidup. Pada mulanya seperti Abu Bakar Zayd juga menolak ide tersebut. Alasannya persis sebagaimana yang dikemukakan Abu Bakar pula. Ketika inilah Zayd berkata “memindahkan sebuah gunung jauh lebih mudah bagiku daripada meneliti dan menghimpun Al-Qur’an”.
Dari sensor ayat-ayat yang dilakukan oleh Zayd itu, kita mendapat gamabaran bahwa yang dijadikan patokan dalam membuktikan al-Qur’an di masa Abu bakar itu ialah hafalan dan tulisan sekaligus. Artinya jika hanya salah satu yang ada : hafalan atau tulisan, maka penulisan ditaguhkan sampai dijumpai kedua saksi itu seperti yang dilakukan Zayd terhadap kasus akhir surat al-Tawbah dan ayat 23 dari surat al-Ahzab sebagaimana telah diungkapkan.
Dengan menggunakan pedoman tersebut, akhirnya Zayd berhasil menghimpun Al-Qur’an dalam bentuk buku yang kemudian diberi nama ‘MUSHHAF’. Kemudian disimpan dirumah Abu Bakar. Setelah beliau wafat, disimpan di rumah Umar, dan sepeninggal Umar disimpan di rumah Hafsah, putrid Umar, yang juga salah seorang mantan istri Rasul Allah saw.
Fakta sejarah itu menimbuktikan dengan jelas bahwa Abu Bakar amat hati-hati dalam menjaga kemurnian dan keutuhan Al-Qur’an yang merupakan dasar bagi keseluruhan ajaran Islam.
Tidak berlebihan bila Ali bin Abi Thalib menyatakan : “Orang yang paling besar jasanya dalam membukukan Al-Qur’an ialah Abu Bakar. Dialaha orang yang pertama membukukan kitab Allah”.
3.      Masa Khalifah Usman bin Affan
Telah dimaklumi bahwa Nabi SAW memebrikan kelonggaran kepada sahabat-sahabatnya untuk membaca al-Qur’an lebih dari satu huruf (dialek) sesuai dengan yang diajarkan jibril demi memudahkan umat membaca dan menhafalnya. Tapi kerukunan itu tidak bertahan lama, sekitar 6 tahun setelah Usman menjadi Khalifah (24-36 H). mulai timbul persoalan yang berekor menjadi percekcokkan yang tajam di tengah masyarakat; bahkan antara satu aliran qiraat dengan yang lain saling mengkafirkan karena masing-masing pihak meyakini qiraatnyalah yang benar dan yang lain salah seperti yang terjadi antara penduduk Syam dan Iraq. Terjadinya pertengkaran yang tajam,  seperti itu erat hubungannya dengan makin jauhnya mereka dari masa Nabi, sehingga mereka tidak dapat memahami dan menghayati  dengan baik apa yang membuat qiraat itu bervariasi., Kondisi yang  demikian itu diperburuk lagi oleh makin heterogennya umat karena berbagai suku bangsa berbondong-bondong masuk agama Islam, sedangkan mereka mempunyai latar belakang agama dan kepercaya­an yang berbeda-beda, Dalam kondisi semacam ini, sangat masuk  akal bila timbul pertikaian yang tajam di kalangan mereka sebagai akibat logis dari perbedaan qiraat yang dapat membuat pengertian ayat menjadi rancu.
Setelah menyaksikan keadaan umat yang telah berada di gerbang perpecahan yang amat mengkhawatirkan itu, maka Hudzayfah bin al-Yaman mengusulkan kepada Khalifah Usman agar beliau ber­kenan membentengi umat dari makin melebarnya perpecahan di kalangan mereka dengan menyatukan mereka pada satu mushhaf induk yang akan dijadikan satu-satunya pedoman di seluruh wilayah negara yang pada waktu itu telah membentang luas mulai dari  daerah-daerah Parsia (Iran) di timur sampai ke Afrika utara di barat.
Dan kestabilan politik mulai terancam, dan sebagainya. Oleh karena itu, ia (Usman) menerima dan menghargai ide Hudzayfah untuk membuat satu mushhaf yang dapat dijadikan pedoman bagi umat  dalam membaca dan memahami Alqur'an.
Untuk maksud itu, Khalifah segera meminjam mushhaff Abu Bakar yang disimpan di rumah Hafshah dan berjanji akan mengem balikannya lagi setelah dipakai. Kemudian ia membentuk tim yang diketuai oleh Zayd bin Tsibit dengan anggota-anggota Abd Allah bin Zubayr, Said bin Ash, dan Abd al-HArits bin Hisyarn. Tugas tim ini ialah meneliti kembali ayat-ayat Alqur'an dengan menjadikai Mushhaf Abu Bakar sebagai standar.
Dengan menerapkan criteria yang digariskan Khalifah Usman itu, Maka tim tersebut berhasil membuat beberapa mushaf. Menurut al-Sijistani semuanya berjumlah tujuh buah. Kemudian dikirim ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Basrah, dan Kufah, serta satu disimpan di rumah Khalifah di Madinah.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Pemeliharaan Al-Qur’an dimasa Nabi SAW ada dua cara yaitu menghafal dan menuliskannya.
2.      Pemeliharaa Al-Quran dimasa Abu Bakar siddiq akhirnya Zayd berhasil menghimpun Al-Qur’an dalam bentuk buku.
3.      Pemeliharaa Al-Quran dimasa Usman bin Affan menerima dan menghargai ide hudzayfah untuk membuat satu mushaf yang dapat dijadikan pedoman bagi umat dalam membaca dan memahami Al-Quran.
DAFTAR PUSTAKA
1.      Nashruddin, Baidan, Wawasan baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta : Pustaka Setia, 2005.
2.      Abdul Mustaqim, Madzahibut Tasfsir, Peta Metodologi penafsiran al-Qur’an periode klasik hingga Kontemporer.
3.      Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad. Terjemahan Anas Mahyudin, Jakarta : Logos, 1997

Makalah Evolusi Terkait Kuliah Lapangan di Sangiran

PENDAHULUAN
Sangiran mewakili salah satu situs fosil hominid tertua di Indonesia, digali pada akhir tahun 1930, dan dilanjutkan setelah perang dunia kedua oleh G.H.R. von Koenigswald, hasilnya lebih dari 40 fosil hominid ditemukan disana. Von Koenigswald mengikuti seniornya, Eugene Dubois dalam menamakan hominid dengan nama Pithecanthropus erectus yang sebenarnya masuk dalam spesies Homo erectus (Eprilurahman, R. dan B. A. Suripto;2005).
Homo erectus hidup kurang lebih 1,8 juta sampai 300.000 tahun yang lalu dan dikenal sebagai spesies yang mampu menyebar ke seluruh penjuru dunia dan berkembang biak serta survive dengan baik di muka bumi ini. Manusia pertama muncul di benua afrika dan hanya hidup di benua tersebut selama beberapa juta tahun saja. Spesies manusia awal diketahui telah menyebar dalam jumlah yang besar keluar afrika adalah Homo erectus yang ditemukan di Asia Tenggara. Pada tahun 1891 ilmuwan yang berasal dari Belanda, Eugene Dubois menemukan cranium (tengkorak genap) dari spesies manusia awal di Pulau Jawa. Eugene Dubois menamakannya Pithecanthropus erectus yang berarti manusia yang berjalan tegak. Temuan tersebut didapatkannya di Trinil, Nganjuk. Penemuan fosil mereka tersebar di seluruh bagian dunia, afrika, China, Malaysia, Indonesia dsb. para ilmuwan sampai sekarang masih memperdebatkan apakah Homo erectus nenek moyang langsung dari manusia modern (homo sapiens) mengingat fosil Homo erectus yang ditemukan di bengawan solo berumur sekitar 53.000 sampai 27.000 tahun yang lalu, di waktu yang sama populasi dari Homo sapiens juga mulai muncul, namun bukan modern Homo sapiens akan tetapi lebih ke archaic Homo sapiens. Wilayah Sangiran adalah sebuah kubah geologis raksasa yang terdapat di kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Ratusan tahun yang lalu daerah ini dihuni oleh hampir 50% populasi homo erectus di dunia dan Sangiran mengalami masa hunian paling lama dibandingkan dengan situs-situs lain yang ada di Indonesia, diperkirakan daerah ini dihuni oleh manusia purba kurang lebih selama satu juta tahun. Bagaimana homo erectus mampu bertahan hidup lama di muka bumi dimanapun mereka tinggal. Tentunya ini berhubungan dengan daya survival mereka yang sangat tinggi dengan alam sekitarnya. Daya survival ini mungkin berhubungan dengan perkembangan dari otak mereka, yang membuat mereka lebih kreatif dan inovatif dalam menghadapi tantangan alam, sehingga menciptakan karakteristik tersendiri baik dari budaya fisik maupun kognitif (Darundiyo Pandupitoyo, 2010).
ISI
Fosil terbentuk dari proses dari proses penghancuran peninggalan organisme yang pernah hidup. Hal ini sering terjadi ketika tumbuhan atau hewan terkubur dalam kondisi lingkungan yang bebas oksigen. Fosil yang ada jarang terawetkan dalam bentuknya yang asli. Dalam beberapa kasus, kandungan mineralnya berubah secara kimiawi atau sisa-sisanya terlarut semua sehingga digantikan dengan cetakan. Nilai Penting fosil di sangiran sangat penting untuk memahami sejarah batuan sedimen bumi didalam mempelajari studi paleo-history. Dimana fosil akan menunjukan Subdivisi dari waktu geologi dan kecocokannya dengan lapisan batuan terhadap organism yang pernah hidup lapisan tersebut. Organisme berubah sesuai dengan berjalannya waktu dan perubahan ini digunakan untuk menandai periode waktu. Sebagai contoh, batuan yang mengandung fosil graptolit harus diberi tanggal dari era paleozoikum. Persebaran geografi fosil memungkinkan para ahli geologi untuk mencocokan susunan batuan yang berada di kawasan sangiran. Dimana setiap lapisan bumi pernah di huni organisme yang berbeda berdasarkan zaman yang memungkinkan organisme yang pernah hidup dan berkembangbiak dengan baik. Keberadaan fosil di sangiran menunjukan bahwa sangiran dahulu adalah laut karena banyak ditemukan fosil moluska yang berada di berbagai lapisan stratifikasi tanah.
Berikut merupakan keragaman makhluk hidup beserta koleksi museum Sangiran sebagai berikut: Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus , Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus , Homo soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens . Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba). Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera (Anonim, 2012).
Banyak temuan, simpulan, dan teori yang ternyata menjadi dasar atau perhatian bagi munculnya teori evolusi. Perhatikan pokok-pokok pikiran dari teori tentang makhluk hidup berikut ini:  Carolus Linnaeus (1707-1778), membuat sebuah ketentuan cara mencari keteraturan posisi antarmakhluk hidup dengan mencari persamaan sifat, dan mengelompokkan yang mirip ke dalam satu kelompok. Pengelompokan dilakukan secara berjenjang (diistilahkan dengan takson), mulai dari jenjang yang paling rendah (takson spesies) sampai jenjang yang paling tinggi (takson kingdom). Jenjang ditentukan dari pengelompokan dengan kemiripan sifat-sifat khusus, menempati takson terendah, sampai pada jenjang untuk pengelompokan makhluk hidup dengan kategori sifat-sifat umum pada takson yang paling tinggi. Georges Cuvier (1769-1832), seorang ahli anatomi, tetapi sangat perhatian terhadap paleontologi (ilmu mengenai fosil). Cuvier mendukung teori Katastropi (catastrophism) yang menyatakan bahwa makhluk hidup setiap strata tidak ada hubungan kekerabatan karena setiap strata terbentuk akibat terjadinya bencana alam, seperti gempa, banjir, atau kemarau yang panjang. Jika strata lenyap oleh bencana, muncul strata baru lengkap dengan makhluk hidup baru, yang berpindah dari daerah lain. Dari temuan fosil di lembah Paris, Cuvier menyimpulkan bahwa batuan yang membentuk bumi ini tersusun berupa lapisan-lapisan (strata). Setiap strata dihuni oleh berbagai makhluk hidup yang unik, berbeda strukturnya dengan makhluk penghuni strata lainnya. Cuvier yakin bahwa makhluk modern di lapisan bumi paling atas sangat berbeda dengan makhluk di strata tua di lapisan bawah. James Hutton (1726-1797), mengemukakan teori gradualisme, yang menyebutkan bahwa bentuk bumi dan lapisan-lapisannya merupakan hasil perubahan yang berlangsung secara bertahap, terus-menerus, dan lambat (dalam waktu lama). Charles Lyell (1797-1875), mengemukakan teori Uniformitarianisme (keseragaman). Menurut Lyell, proses perubahan lapisan batuan dan bentuk permukaan bumi dari zaman ke zaman selalu sama atau tidak berubah. Charles Darwin, terinspirasi oleh teori Hutton dan Lyell dengan membuat sebuah pemikiran bahwa perubahan bumi secara lambat menunjukkan bumi sudah tua. Kemudian proses yang lambat, tetapi terus-menerus dalam waktu lama pasti menghasilkan perubahan yang cukup besar. Jean Baptiste Lamarck (1744-1829), melihat adanya kecenderungan makhluk sederhana berubah menjadi makhluk yang lebih kompleks dengan prinsip adanya proses perubahan menuju kesempurnaan. Perubahan menjadi sempurna ini menurut Lamarck karena harus beradaptasi pada lingkungannya. Proses adaptasi ini dijelaskan Lamarck melalui dua hal. Pertama, adanya proses use (menggunakan) dan disuse (tidak menggunakan) dari bagian-bagian tubuh organisme, bergantung pada kebutuhannya. Charles Darwin (1809-1882), menjelaskan bahwa evolusi menghasilkan keanekaragaman hayati. Makhluk hidup mengalami evolusi melalui mekanisme seleksi alam. Organisme yang kuatlah yang akan melestarikan jenisnya. Darwin, mengemukakan pula adanya kemampuan adaptasi organisme agar mampu melewati seleksi alam. Darwin menggambarkan fenomena ketiga hal ini melalui contoh yang terkenal, yaitu gambar perkembangan leher jerapah. Alfred Russel Wallace (1923-1913), mengembangkan teori yang serupa dengan teori Darwin. Dasar teori wallace adalah penelitian Biologi perbandingan di Brasilia dan Hindia Belanda (sekarang Indonesia), dan Malaya. Buku penelitiannya berjudul “On the tendency of varieties to depart indefinitely from the original type”. Teorinya sama dengan yang dikembangkan Darwin. August Weissman, menumbangkan teori Lamarck. Weismann memotong ekor tikus beberapa generasi. Menurut teori Lamarck, hal tersebut akan menyebabkan timbulnya jenis tikus yang tidak berekor. Namun, hasil percobaan Weismann menunjukkan bahwa sampai generasi terakhir ekor tikus tetap sama panjangnya (Supratman,2007).
KESIMPULAN
1.      Fosil merupakan adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau mineral melalui proses fosilisasi.  Nilai penting fosil di sangiran terhadap studi Paleo-history  adalah fosil akan menunjukan sejarah pembentukan stratifikasi batuan dimana selalu di sertai dengan perubahan dan perbedaan organisme yang pernah hidup tiap lapisan tanah atau batuan yang berbeda. Dimana kawasan sangiran banyak terdapat fosil moluska sehingga kawasan sangiran merupakan kubah yang dahulunya berupa laut.
2.      keragaman makhluk hidup beserta koleksi museum Sangiran sebagai berikut: Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus , Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus , Homo soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens . Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba). Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera .
3.      Tokoh pemapar hipotesis evolusi antara lain: Carolus Linnaeus (1707-1778), . Georges Cuvier (1769-1832), James Hutton (1726-1797), Charles Lyell (1797-1875), Jean Baptiste Lamarck (1744-1829), Charles Darwin (1809-1882), Alfred Russel Wallace (1923-1913) dan August Weissman.
REFERENSI
Anonim. 2012. Sangiran/Wikipedia. Diakses 3 juni 2012.pukul 12.30 WIB.
Darundiyo Pandupitoyo. 2010. Bentuk Survival Homo Erectus di Lingkungan Sangiran.Surabaya: Kanisius
Eprilurahman, R. dan B. A. Suripto. 2005. Morfologi dan Ukuran Fosil Anggota Familia Bovidae (Mammalia) Dari Jawa.
Kumpulan Makalah Seminar Nasional Masyarakat Taksonomi Fauna Indonesia (MTFI) Yogyakarta.
Supratman.2007. Evolusi dan Pemikir Konsep Evolusi.Surabaya: Erlangga