Friday, December 28, 2012

Makalah Evolusi Terkait Kuliah Lapangan di Sangiran

PENDAHULUAN
Sangiran mewakili salah satu situs fosil hominid tertua di Indonesia, digali pada akhir tahun 1930, dan dilanjutkan setelah perang dunia kedua oleh G.H.R. von Koenigswald, hasilnya lebih dari 40 fosil hominid ditemukan disana. Von Koenigswald mengikuti seniornya, Eugene Dubois dalam menamakan hominid dengan nama Pithecanthropus erectus yang sebenarnya masuk dalam spesies Homo erectus (Eprilurahman, R. dan B. A. Suripto;2005).
Homo erectus hidup kurang lebih 1,8 juta sampai 300.000 tahun yang lalu dan dikenal sebagai spesies yang mampu menyebar ke seluruh penjuru dunia dan berkembang biak serta survive dengan baik di muka bumi ini. Manusia pertama muncul di benua afrika dan hanya hidup di benua tersebut selama beberapa juta tahun saja. Spesies manusia awal diketahui telah menyebar dalam jumlah yang besar keluar afrika adalah Homo erectus yang ditemukan di Asia Tenggara. Pada tahun 1891 ilmuwan yang berasal dari Belanda, Eugene Dubois menemukan cranium (tengkorak genap) dari spesies manusia awal di Pulau Jawa. Eugene Dubois menamakannya Pithecanthropus erectus yang berarti manusia yang berjalan tegak. Temuan tersebut didapatkannya di Trinil, Nganjuk. Penemuan fosil mereka tersebar di seluruh bagian dunia, afrika, China, Malaysia, Indonesia dsb. para ilmuwan sampai sekarang masih memperdebatkan apakah Homo erectus nenek moyang langsung dari manusia modern (homo sapiens) mengingat fosil Homo erectus yang ditemukan di bengawan solo berumur sekitar 53.000 sampai 27.000 tahun yang lalu, di waktu yang sama populasi dari Homo sapiens juga mulai muncul, namun bukan modern Homo sapiens akan tetapi lebih ke archaic Homo sapiens. Wilayah Sangiran adalah sebuah kubah geologis raksasa yang terdapat di kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Ratusan tahun yang lalu daerah ini dihuni oleh hampir 50% populasi homo erectus di dunia dan Sangiran mengalami masa hunian paling lama dibandingkan dengan situs-situs lain yang ada di Indonesia, diperkirakan daerah ini dihuni oleh manusia purba kurang lebih selama satu juta tahun. Bagaimana homo erectus mampu bertahan hidup lama di muka bumi dimanapun mereka tinggal. Tentunya ini berhubungan dengan daya survival mereka yang sangat tinggi dengan alam sekitarnya. Daya survival ini mungkin berhubungan dengan perkembangan dari otak mereka, yang membuat mereka lebih kreatif dan inovatif dalam menghadapi tantangan alam, sehingga menciptakan karakteristik tersendiri baik dari budaya fisik maupun kognitif (Darundiyo Pandupitoyo, 2010).
ISI
Fosil terbentuk dari proses dari proses penghancuran peninggalan organisme yang pernah hidup. Hal ini sering terjadi ketika tumbuhan atau hewan terkubur dalam kondisi lingkungan yang bebas oksigen. Fosil yang ada jarang terawetkan dalam bentuknya yang asli. Dalam beberapa kasus, kandungan mineralnya berubah secara kimiawi atau sisa-sisanya terlarut semua sehingga digantikan dengan cetakan. Nilai Penting fosil di sangiran sangat penting untuk memahami sejarah batuan sedimen bumi didalam mempelajari studi paleo-history. Dimana fosil akan menunjukan Subdivisi dari waktu geologi dan kecocokannya dengan lapisan batuan terhadap organism yang pernah hidup lapisan tersebut. Organisme berubah sesuai dengan berjalannya waktu dan perubahan ini digunakan untuk menandai periode waktu. Sebagai contoh, batuan yang mengandung fosil graptolit harus diberi tanggal dari era paleozoikum. Persebaran geografi fosil memungkinkan para ahli geologi untuk mencocokan susunan batuan yang berada di kawasan sangiran. Dimana setiap lapisan bumi pernah di huni organisme yang berbeda berdasarkan zaman yang memungkinkan organisme yang pernah hidup dan berkembangbiak dengan baik. Keberadaan fosil di sangiran menunjukan bahwa sangiran dahulu adalah laut karena banyak ditemukan fosil moluska yang berada di berbagai lapisan stratifikasi tanah.
Berikut merupakan keragaman makhluk hidup beserta koleksi museum Sangiran sebagai berikut: Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus , Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus , Homo soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens . Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba). Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera (Anonim, 2012).
Banyak temuan, simpulan, dan teori yang ternyata menjadi dasar atau perhatian bagi munculnya teori evolusi. Perhatikan pokok-pokok pikiran dari teori tentang makhluk hidup berikut ini:  Carolus Linnaeus (1707-1778), membuat sebuah ketentuan cara mencari keteraturan posisi antarmakhluk hidup dengan mencari persamaan sifat, dan mengelompokkan yang mirip ke dalam satu kelompok. Pengelompokan dilakukan secara berjenjang (diistilahkan dengan takson), mulai dari jenjang yang paling rendah (takson spesies) sampai jenjang yang paling tinggi (takson kingdom). Jenjang ditentukan dari pengelompokan dengan kemiripan sifat-sifat khusus, menempati takson terendah, sampai pada jenjang untuk pengelompokan makhluk hidup dengan kategori sifat-sifat umum pada takson yang paling tinggi. Georges Cuvier (1769-1832), seorang ahli anatomi, tetapi sangat perhatian terhadap paleontologi (ilmu mengenai fosil). Cuvier mendukung teori Katastropi (catastrophism) yang menyatakan bahwa makhluk hidup setiap strata tidak ada hubungan kekerabatan karena setiap strata terbentuk akibat terjadinya bencana alam, seperti gempa, banjir, atau kemarau yang panjang. Jika strata lenyap oleh bencana, muncul strata baru lengkap dengan makhluk hidup baru, yang berpindah dari daerah lain. Dari temuan fosil di lembah Paris, Cuvier menyimpulkan bahwa batuan yang membentuk bumi ini tersusun berupa lapisan-lapisan (strata). Setiap strata dihuni oleh berbagai makhluk hidup yang unik, berbeda strukturnya dengan makhluk penghuni strata lainnya. Cuvier yakin bahwa makhluk modern di lapisan bumi paling atas sangat berbeda dengan makhluk di strata tua di lapisan bawah. James Hutton (1726-1797), mengemukakan teori gradualisme, yang menyebutkan bahwa bentuk bumi dan lapisan-lapisannya merupakan hasil perubahan yang berlangsung secara bertahap, terus-menerus, dan lambat (dalam waktu lama). Charles Lyell (1797-1875), mengemukakan teori Uniformitarianisme (keseragaman). Menurut Lyell, proses perubahan lapisan batuan dan bentuk permukaan bumi dari zaman ke zaman selalu sama atau tidak berubah. Charles Darwin, terinspirasi oleh teori Hutton dan Lyell dengan membuat sebuah pemikiran bahwa perubahan bumi secara lambat menunjukkan bumi sudah tua. Kemudian proses yang lambat, tetapi terus-menerus dalam waktu lama pasti menghasilkan perubahan yang cukup besar. Jean Baptiste Lamarck (1744-1829), melihat adanya kecenderungan makhluk sederhana berubah menjadi makhluk yang lebih kompleks dengan prinsip adanya proses perubahan menuju kesempurnaan. Perubahan menjadi sempurna ini menurut Lamarck karena harus beradaptasi pada lingkungannya. Proses adaptasi ini dijelaskan Lamarck melalui dua hal. Pertama, adanya proses use (menggunakan) dan disuse (tidak menggunakan) dari bagian-bagian tubuh organisme, bergantung pada kebutuhannya. Charles Darwin (1809-1882), menjelaskan bahwa evolusi menghasilkan keanekaragaman hayati. Makhluk hidup mengalami evolusi melalui mekanisme seleksi alam. Organisme yang kuatlah yang akan melestarikan jenisnya. Darwin, mengemukakan pula adanya kemampuan adaptasi organisme agar mampu melewati seleksi alam. Darwin menggambarkan fenomena ketiga hal ini melalui contoh yang terkenal, yaitu gambar perkembangan leher jerapah. Alfred Russel Wallace (1923-1913), mengembangkan teori yang serupa dengan teori Darwin. Dasar teori wallace adalah penelitian Biologi perbandingan di Brasilia dan Hindia Belanda (sekarang Indonesia), dan Malaya. Buku penelitiannya berjudul “On the tendency of varieties to depart indefinitely from the original type”. Teorinya sama dengan yang dikembangkan Darwin. August Weissman, menumbangkan teori Lamarck. Weismann memotong ekor tikus beberapa generasi. Menurut teori Lamarck, hal tersebut akan menyebabkan timbulnya jenis tikus yang tidak berekor. Namun, hasil percobaan Weismann menunjukkan bahwa sampai generasi terakhir ekor tikus tetap sama panjangnya (Supratman,2007).
KESIMPULAN
1.      Fosil merupakan adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau mineral melalui proses fosilisasi.  Nilai penting fosil di sangiran terhadap studi Paleo-history  adalah fosil akan menunjukan sejarah pembentukan stratifikasi batuan dimana selalu di sertai dengan perubahan dan perbedaan organisme yang pernah hidup tiap lapisan tanah atau batuan yang berbeda. Dimana kawasan sangiran banyak terdapat fosil moluska sehingga kawasan sangiran merupakan kubah yang dahulunya berupa laut.
2.      keragaman makhluk hidup beserta koleksi museum Sangiran sebagai berikut: Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus , Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus , Homo soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens . Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba). Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera .
3.      Tokoh pemapar hipotesis evolusi antara lain: Carolus Linnaeus (1707-1778), . Georges Cuvier (1769-1832), James Hutton (1726-1797), Charles Lyell (1797-1875), Jean Baptiste Lamarck (1744-1829), Charles Darwin (1809-1882), Alfred Russel Wallace (1923-1913) dan August Weissman.
REFERENSI
Anonim. 2012. Sangiran/Wikipedia. Diakses 3 juni 2012.pukul 12.30 WIB.
Darundiyo Pandupitoyo. 2010. Bentuk Survival Homo Erectus di Lingkungan Sangiran.Surabaya: Kanisius
Eprilurahman, R. dan B. A. Suripto. 2005. Morfologi dan Ukuran Fosil Anggota Familia Bovidae (Mammalia) Dari Jawa.
Kumpulan Makalah Seminar Nasional Masyarakat Taksonomi Fauna Indonesia (MTFI) Yogyakarta.
Supratman.2007. Evolusi dan Pemikir Konsep Evolusi.Surabaya: Erlangga

No comments:

Post a Comment