Istighfar
secara harfiah berarti meminta maghfirah (ampunan). Kata ‘maghfirah’
dalam bahasa Arab memiliki akar kata yang sama dengan ‘mighfar’,
yaitu alat pelindung/penutup kepala pada waktu perang. Ada unsur
kesamaan di antara keduanya: yaitu sama-sama ‘menutupi’ sesuatu sehingga tidak
terlihat.
Seseorang yang beristighar, mengharapkan agar
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala mengampuni dosa-dosanya dan menutupi
kesalahannya, tak terlihat oleh siapapun, tak berbekas, seakan-akan ia tidak
pernah berbuat dosa.
Istighfar sering digandengkan dengan kata
taubat. Apa perbedaan antara istighfar dengan taubat? Istighfar
dengan taubat adalah dua rangkai kata yang ‘jika dipisah bersatu’ dan ‘jika
disatukan terpisah’.
Jika dipisah bersatu
Maksudnya, jika suatu kalimat hanya
mengandung kata istighfar saja, tidak mengandung kata taubat,
maka kata istighfar juga bermakna taubat sekaligus.
Contoh: dalam surat Nuh ayat 10, Nabi Nuh menyatakan: “Maka aku berkata : Beristighfarlah kepada Rabb
kalian…”
Dalam ayat tersebut Nabi Nuh menyuruh
kaumnya untuk beristighfar kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, dan dalam makna istighfar
itu juga terkandung perintah bertaubat.
Jika disatukan terpisah
Jika dalam sebuah kalimat terdapat
kata istighfar dan taubat bersamaan, maka
masing-masing memiliki makna tersendiri.
Contoh : kalimat dzikir yang sering dibaca Nabi
أَسْتَغْفِرُ
اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
Aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat
kepadaNya.
“Aku beristighfar kepada Allah” maksudnya: Ya Allah, ampunilah dan tutupilah dosaku yang
telah lalu. “Aku bertaubat
kepada Allah” maksudnya adalah : Ya
Allah, aku memohon kepadaMu agar Engkau memberikan taufiq kepadaku supaya aku
tidak terjerumus lagi dengan kesalahan-kesalahan yang pernah aku perbuat di
masa mendatang.
Kadangkala ucapan istighfar juga
digandengkan dengan permohonan rahmat.
Seperti dalam dzikir:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي
Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah
(kasihanilah) aku.
Artinya: Ya Allah
ampunilah aku dari dosa-dosaku yang telah lalu dan kasihanilah aku; beri rahmat
aku agar tidak melakukan kesalahan yang sama di masa mendatang
SAYYIDUL ISTIGHFAR
Ada sebuah dzikir yang disebut Nabi
sebagai ‘Sayyidul Istighfar’ (Pemuka Istighfar). Keistimewaannya
luar biasa; Barangsiapa yang membacanya di waktu pagi dengan penuh keyakinan,
kemudian meninggal sebelum datangnya waktu malam, maka dia masuk ke dalam
surga. Barangsiapa yang membacanya di waktu malam dengan penuh keyakinan
dan meninggal sebelum datangnya pagi, maka ia masuk ke dalam surga (HR. Bukhari
7/150.).
Bacaan
Sayyidul Istighfar itu adalah sebagai berikut:
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِي
وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ
بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ
بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
“Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tiada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan
setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari
kejelekan yang aku perbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui
dosaku, oleh karena itu, ampunilah dosaku. Sesungguhnya tiada yang dapat
mengampuni dosa kecuali Engkau”
Sayyidul Istighfar tidak cukup hanya dibaca. Harus diiringi dengan keyakinan
yang kuat. Beberapa makna yang terkandung dalam Sayyidul Istighfar:
1. Ikrar Tauhid : Ya
Allah Engkaulah Tuhanku, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain
Engkau.
2.
Pengakuan
:
a. Sebagai hamba Allah Subhaanahu Wa Ta’ala
b. Berlimpahnya nikmat yang Allah Subhaanahu
Wa Ta’ala berikan kepada kita
c. Banyaknya dosa yang kita lakukan
d. Tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Allah Subhaanahu
Wa Ta’ala
3. Berlindung kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dari keburukan perbuatan kita
4. Berupaya untuk selalu menjalankan ketaatan kepada Allah Subhaanahu
Wa Ta’ala : aku
akan berusaha memenuhi perjanjian denganmu semaksimal mungkin sesuai
kemampuanku. Perjanjian dengan Allah Subhaanahu
Wa Ta’ala itu adalah menjalankan perintahNya
dan menjauhi laranganNya. Itulah taqwa yang sebenarnya.
5.
Poin-poin
di atas adalah tawassul (kalimat-kalimat pengantar untuk semakin mendekatkan diri
kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala),
sedangkan inti permintaannya adalah: maka
ampunilah aku (Ya Allah).
No comments:
Post a Comment