al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata, “Sabar
yang dipuji ada beberapa macam: [1] sabar di atas ketaatan kepada Allah
‘azza wa jalla, [2] demikian pula sabar dalam menjauhi kemaksiatan
kepada Allah ‘azza wa jalla, [3] kemudian sabar dalam menanggung takdir
yang terasa menyakitkan. Sabar dalam menjalankan ketaatan dan sabar
dalam menjauhi perkara yang diharamkan itu lebih utama daripada sabar
dalam menghadapi takdir yang terasa menyakitkan…” (Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 279)
al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Sesungguhnya
Allah memiliki hak untuk diibadahi oleh hamba di saat tertimpa musibah,
sebagaimana ketika dia mendapatkan kenikmatan.” Beliau juga mengatakan,“Maka
sabar adalah kewajiban yang selalu melekat kepadanya, dia tidak boleh
keluar darinya untuk selama-lamanya. Sabar merupakan penyebab untuk
meraih segala kesempurnaan.” (Fath al-Bari [11/344]).
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Adapun sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan sabar dalam menjauhi kemaksiatan kepada-Nya, maka hal itu sudah jelas bagi
setiap orang bahwasanya keduanya merupakan bagian dari keimanan. Bahkan,
kedua hal itu merupakan pokok dan cabangnya. Karena pada hakekatnya
iman itu secara keseluruhan merupakan kesabaran untuk menetapi apa yang
dicintai Allah dan diridhai-Nya serta untuk senantiasa mendekatkan diri
kepada-Nya, demikian pula harus sabar dalam menjauhi hal-hal yang
diharamkan Allah. Dan juga karena sesungguhnya agama ini berporos pada
tiga pokok utama: [1] membenarkan berita dari Allah dan rasul-Nya, [2]
menjalankan perintah Allah dan rasul-Nya, dan [3] menjauhi
larangan-larangan keduanya…” (al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 105-106)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa,
sesungguhnya seluruh manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam
kebenaran dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (QS. al-’Ashr: 1-3)
Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu mengatakan, “Kami berhasil memperoleh penghidupan terbaik kami dengan jalan kesabaran.” (HR. Bukhari secara mu’allaq dengan nada tegas, dimaushulkan oleh Ahmad dalam az-Zuhd dengan sanad sahih, lihat Fath al-Bari [11/342] cet. Dar al-Hadits tahun 1424 H)
Dari Shuhaib radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh
menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah
baik untuknya. Dan hal itu tidak ada kecuali pada diri seorang mukmin.
Apabila dia mendapatkan kesenangan maka dia pun bersyukur, maka hal itu
adalah kebaikan untuknya. Apabila dia tertimpa kesulitan maka dia pun
bersabar, maka hal itu juga sebuah kebaikan untuknya.” (HR. Muslim [2999] lihat al-Minhaj Syarh Shahih Muslim[9/241])
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, “Sabar adalah separuh keimanan.” (HR. Abu Nu’aim dalamal-Hilyah dan al-Baihaqi dalam az-Zuhd, lihat Fath al-Bari [1/62] dan [11/342]). Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu mengatakan, "Sabar bagi keimanan laksana kepala dalam tubuh. Apabila kesabaran telah lenyap maka lenyap pulalah keimanan.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya [31079] dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman [40], bagian awal atsar ini dilemahkan oleh al-Albani dalam Dha’if al-Jami’ [3535], lihat Shahih wa Dha’if al-Jami’ as-Shaghir [17/121] software Maktabah asy-Syamilah).
Sabar penepis fitnah
Dari Abu Malik al-Asy’ari radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “…Dan sabar itu adalah cahaya -yang panas-…” (HR. Muslim [223], lihat al-Minhaj Syarh Shahih Muslim [3/6] cet. Dari Ibn al-Haitsam tahun 2003). Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “…
Fitnah syubhat bisa ditepis dengan keyakinan, sedangkan fitnah syahwat
dapat ditepis dengan bersabar. Oleh karena itulah Allah Yang Maha Suci
menjadikan kepemimpinan dalam agama tergantung pada kedua perkara ini.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami menjadikan di antara mereka
para pemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami ketika
mereka bisa bersabar dan senantiasa meyakini ayat-ayat Kami.” (QS.
as-Sajdah: 24).
Hal ini menunjukkan bahwasanya dengan bekal sabar dan
keyakinan itulah akan bisa dicapai kepemimpinan dalam hal agama. Allah
juga memadukan keduanya di dalam firman-Nya (yang artinya), “Mereka
saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati untuk menetapi
kesabaran.” (QS. al-’Ashr: 3). Saling menasehati dalam kebenaran
merupakan sebab untuk mengatasi fitnah syubhat, sedangkan saling
menasehati untuk menetapi kesabaran adalah sebab untuk mengekang fitnah
syahwat…” (dikutip dariadh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir yang disusun oleh Syaikh Ali ash-Shalihi [5/134], lihat juga Ighatsat al-Lahfan hal. 669)
No comments:
Post a Comment