Nama dan Kelahiran Beliau
Beliau adalah Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin adh-Dhahhak as -Sulami adh-Dharir al-Bughi at-Tirmidzi rahimahullah.
As-Sulami adalah penyandaran kepada Bani Sulaim, sebuah kabilah dari Ghailan. Beliau rahimahullah mengalami kebutaan pada kedua matanya, oleh karena itulah digelari dengan adh-Dharir. Terjadi silang pendapat di kalangan para ulama tentang sejak kapan beliau rahimahullah mengalami kebutaan. Pendapat yang benar adalah bahwa beliau rahimahullah mengalami kebutaan pada saat usia senja.
Beliau rahimahullah dilahirkan pada bulan Dzulhijjah tahun
209 Hijriyah (824 Masehi) di sebuah negeri yang terletak di belakang
sungai Jaihun (kini sungai Amu Darya) – dikenal sebagai tempat kelahiran
pakar ulama hadits semisal al-Imam al-Bukhari rahimahullah dan al-Imam Muslim rahimahullah
– di sebuah kota yang bernama Tirmidz tepatnya di sebuah desa yang
bernama Bughi. Jarak antara kampung Bughi dengan kota Tirmidz sekitar 6
farsakh. Beliau rahimahullah adalah seorang hafizh
(orang yang menghafal sekurang-kurangnya 100.000 hadits), ahli fikih,
seorang yang ‘alim (memiliki ilmu agama yang luas), cerdas, seorang imam
(panutan umat), memiliki sifat zuhud dan wara’.
Perjalanan Menuntut Ilmu
Sejak kecil, beliau rahimahullah sudah gemar mempelajari
ilmu agama dan mencari hadits. Untuk kebutuhan tersebut ia pun
mengembara ke berbagai negeri seperti Khurasan, Irak (Bashrah, Kufah,
Baghdad), Hijaz (Makkah dan Madinah), Wasith dan ar-Ray. Beliau rahimahullah memulai perjalanan menuntut ilmu pada tahun 234 Hijriah.
Dalam lawatannya ke berbagai negeri, beliau rahimahullah
banyak mengunjungi para ulama hadits untuk mendengar, menghafal dan
mencatat hadits, baik ketika dalam perjalanan atau tiba di suatu tempat.
Setelah menempuh pengembaraan yang panjang, akhirnya beliau rahimahullah kembali ke kota Tirmidz dan wafat di sana.
Beliau rahimahullah memiliki beberapa keistimewaan, di antaranya adalah:
1. Semangat tinggi dalam menuntut ilmu, hingga tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menuntut ilmu walau dalam kondisi apapun.
2. Memiliki kekuatan hafalan.
Diriwayatkan oleh al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah di dalam Siyaru A’lamin Nubala` dan al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Tahdzibut Tahzib sebuah kisah dari Ahmad bin ‘Abdillah bin Abi Dawud bahwasanya ia berkata, “Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmidzi rahimahullah
berkata, ‘Suatu ketika saya sedang dalam perjalanan menuju Makkah. Dan
ketika itu saya telah menulis dua jilid kitab berisi hadits-hadits yang
berasal dari seorang syaikh (guru). (secara kebetulan) Syaikh tersebut
berpapasan dengan kami. Lalu saya pun bertanya perihal syaikh tersebut.
Mereka menjawab bahwa dia lah orang yang saya maksud. Kemudian saya
menemuinya. Saya mengira bahwa dua jilid kitab itu ada padaku. Ternyata
yang saya bawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain
yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengannya, saya memohon
untuk mendengar hadits darinya. Dan ia pun mengabulkan permohonan
tersebut. Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya. Di sela-sela
pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang
masih putih bersih tanpa ada tulisan apa pun. Demi melihat hal ini, ia
berkata, ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ Lalu aku pun menjelaskan
kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. ‘Coba
bacakan!’ Suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun.
Ia bertanya lagi, ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang
kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar ia
meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh
buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang gharib (asing),
lalu berkata, ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ lalu aku
membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar, ‘Aku
belum pernah melihat orang seperti engkau.” Al-Imam al-Bukhari rahimahullah sendiri pernah mencatat hadits dari beliau.
Di antara guru-guru beliau adalah al-Imam al-Bukhari, al-Imam Muslim,
al-Imam Abu Dawud, Qutaibah bin Said, Ishaq bin Rahuyah, Abu Kuraib
dll. Kemudian di antara murid-murid beliau adalah Abu Bakar Ahmad bin
Ismail as-Samarqandi, Abu Hamid Ahmad bin Abdillah al-Marwazi, Ahmad bin
Yusuf an-Nasafi, al-Husain bin Yusuf al-Farabri dll.
Sumbangsih dalam Penelitian dan Pengembangan Ilmu Hadits
1. Dalam ilmu mushthalah hadits
Sebelum munculnya al-Imam at-Tirmidzi rahimahullah,
klasifikasi hadits hanya terbagi menjadi hadits shahih dan hadits
dha’if. Hadits shahih adalah hadits yang para perawinya memiliki hafalan
yang kuat. Sementara hadits dha’if adalah hadits yang lemah disebabkan
lemahnya hafalan perawinya atau sebab yang lain. Dari sini, al-Imam
at-Tirmidzi rahimahullah memiliki pemikiran yang jenius. Ketika
suatu hadits diriwayatkan oleh perawi yang standar hafalannya di bawah
perawi hadits shahih, namun masih unggul dibanding perawi hadits dha’if
sehingga hafalannya dapat disebut `tidak kuat sekali, namun lemah pun
tidak,` maka beliau mengkategorikan periwayatan seperti ini kepada
tingkat hasan. Oleh karenanya, beliau rahimahullah adalah orang pertama yang memasyhurkan pembagian hadits menjadi shahih, hasan, dan dha’if.
2. Menyatukan paradigma hadits dan fiqih
Kalau kita lihat, kitab Jami’ at-Tirmidzi selalu menampilkan
perbandingan pendapat antar madzhab. Perbandingan ini selalu dibarengkan
tatkala beliau menuliskan sebuah hadits. Bahkan, karena banyaknya
memuat perbandingan fiqh, kitab Jami’ At-Tirmidzi ini nyaris terkesan
sebagai kitab fiqh, bukan kitab hadits. Hal inilah yang menjadi
keistimewaan sekaligus pembeda antara kitab Jami’ at-Tirmidzi dengan
kitab-kitab hadits yang lain. Namun demikian, bukan berarti al-Imam
at-Tirmidzi rahimahullah merupakan figur sektarian yaitu
berpegang pada salah satu madzhab tertentu. Beliau merupakan tokoh yang
hanya mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seorang mujtahid yang tidak bertaklid (mengikut tanpa dalil) kepada siapapun. Ketidakberpihakan al-Imam at-Tirmidzi rahimahullah
pada salah satu madzhab fiqh ini dapat difahami dengan tidak adanya
unsur pengunggulan pada salah satu madzhab tertentu di dalam kitabnya.
Wafat Beliau
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan mengarang, pada usia senjanya beliau rahimahullah mengalami kebutaan. Beberapa tahun lamanya beliau rahimahullah hidup sebagai tuna netra. Dalam keadaan seperti ini beliau rahimahullah meninggal dunia. Beliau rahimahullah wafat di kota Tirmidz pada malam Senin tanggal 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia 70 tahun. Semoga Allah subhaanahu wa ta’aalaa mencurahkan rahmat-Nya kepada beliau dan memasukkannya ke dalam Jannah-Nya. Aamiin.
Pujian Para Ulama
1. Al-Imam al-Bukhari rahimahullah berkata kepada beliau rahimahullah, “Ilmu yang aku ambil manfaatnya darimu itu lebih banyak ketimbang ilmu yang engkau ambil manfaatnya dariku.”
2. Al-Hafizh al-Mizzi rahimahullah menuturkan, “At- Tirmidzi rahimahullah adalah salah seorang imam yang menonjol, dan termasuk orang yang Allah jadikan kaum muslimin mengambil manfaat darinya.”
Karya Tulis
Karya tulis yang sampai kepada kita di antaranya:
1. Kitab al-Jami’, yang juga dikenal dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi
2. Kitab al-‘Ilal
3. Kitab asy-Syama’il an-Nabawiyyah
4. Kitab Tasmiyyatu Ashhabi Rasulillah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
Adapun yang tidak sampai kepada kita adalah Kitab az-Zuhd, Kitab al-Asma’ wal-Kuna, dan Kitab at-Tarikh. Di antara karya beliau rahimahullah yang paling besar dan terkenal serta beredar luas adalah kitab al-Jami’ (Sunan at-Tirmidzi).
Sekilas tentang karya beliau rahimahullah:
1. Kitab al-Jami’
Kitab ini di kalangan para ulama dikenal dengan dua nama, Jami’
at-Tirmidzi dan Sunan at-Tirmidzi. Namun penamaan pertama adalah lebih
populer sebagaimana disebutkan oleh as-Sam’ani, al-Mizzi, adz-Dzahabi,
Ibnu Hajar al-’Asqalani dan lain-lain. Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah
berkata, “Ini adalah kitab beliau yang paling bagus dan banyak
manfaatnya, paling bagus susunannya, dan paling sedikit pengulangannya.
Di dalamnya terdapat sesuatu yang tidak dijumpai di dalam kitab lain,
berupa penyebutan madzhab-madzhab, segi-segi pengambilan dalil
(istidlal), dan macam-macam hadits dari yang shahih, hasan, dan gharib.”
2. Kitab asy-Syamail an-Nabawiyah
Adapun kitab asy-Syamail an-Nabawiyah adalah sebuah kitab yang menerangkan sifat-sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
baik secara fisik maupun akhlak. Banyak dari kalangan para ulama yang
menukil dan mengambil faidah dari kitab ini seperti al-Maqdisi,
al-Mundziri, al-Mizzi, adz-Dzahabi, Ibnu Katsir, az-Zaila’i, Ibnu Hajar
dan as-Suyuthi.
Pelajaran yang bisa Dipetik
1. Para orang tua hendaknya meneladani kebiasaan para pendahulu kita
yang shalih yaitu mendidik putra-putri mereka dengan ilmu agama sejak
kecil.
2. Hendaklah seseorang memiliki semangat tinggi dan pantang menyerah di dalam menuntut ilmu agama.
3. Prinsip Ahlus Sunnah adalah berpegang teguh dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhkan diri dari sikap fanatik dan taklid kepada siapapun.
Wallahu a’lamu bish shawab
Penulis: Al-Ustadz Muhammad Rifqi hafizhahullah