Beberapa Amalan Penting bagi Seorang Muslim, diantaranya:
1. Ikhlas dalam agama dan melawan kemusyrikanIkhlas
menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin yaitu beribadah kepada Allah
semata-mata hanya untuk taqarub (mendekatkan diri) kepadaNya dan untuk
memperoleh apa yang ada disisiNya. Hal ini dilakukan dengan cara memurnikan
tujuan, cinta dan pengangungan hanya hanya kepada Allah juga memurnikan seluruh
apa saja yang bersifat lahir maupun batin dalam beribadah tidak dikehendaki dan
diharapkan dari semua itu kecuali hanya ridhaNya. Allah berfirman:
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanya untuk Allah, Tuhan semesta Alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah
yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan
diri (kepada Allah). [Qs. Al-An'am: 162-163]
Tauhid dan ikhlas ini telah diwujudkan oleh Rasulullah saw,
kemudian beliau bersih dari segala sesuatu yang bisa mengotorinya, tidak cukup
itu saja bahkan setiap yang membuka peluang untuk masuknya syirik maka beliau
sumbat rapat-rapat. Seperti larangan beliau kepada orang yang mengucapkan:
"Atas kehendak Allah dan kehendak Anda." beliau bersabda: "Apakah kamu
hendak menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah?" tapi (ucapkan): "Atas
kehendak Allah saja!" Beliau juga melarang sumpah dengan selain Allah karena
disitu ada unsur pengagungan terhadap makhluk yang ia gunakan bersumpah. Sebagai
lawan dari tauhid dan ikhlas yaitu syirik, Allah berfirman: "Sembahlah Allah
dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun." [An-Nisaa':
36]
Oleh karena itu hendaklah kita berhati-hati dan waspada
terhadap segala bentuk kemusyrikan, baik itu yang besar (akbar) dan dapat
menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, yang kecil (asghar) maupun yang
tersembunyi (khafiy).
2. Bersatu dalam agama dan tidak berpecah belah
Perkara ini diperintahkan dalam Al-Qur'an & As-Sunnah yang merupakan jalan hidup para shahabat dan salafus shalih. Firman Allah:
"Dan berpenganglah kamu semua kepada tali agama Allah dan jangan kamu bercerai-berai" [Qs. Ali Imran : 103]
Sabda Rasulullah: "Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, maka tidak boleh salah satu menzhalimi yang lain, tidak pula merendahkan dan menghinanya." [HR. Bukhari].
"Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan yang saling menguatkan antara satu dengan lain" [HR. Bukhari].
2. Bersatu dalam agama dan tidak berpecah belah
Perkara ini diperintahkan dalam Al-Qur'an & As-Sunnah yang merupakan jalan hidup para shahabat dan salafus shalih. Firman Allah:
"Dan berpenganglah kamu semua kepada tali agama Allah dan jangan kamu bercerai-berai" [Qs. Ali Imran : 103]
Sabda Rasulullah: "Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, maka tidak boleh salah satu menzhalimi yang lain, tidak pula merendahkan dan menghinanya." [HR. Bukhari].
"Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan yang saling menguatkan antara satu dengan lain" [HR. Bukhari].
Demikian
ajaran Rasulullah saw kepada umatnya agar saling mengasihi dan mencintai serta
melarang bermusuhan dan bercerai berai.
Memang para shahabat pernah berbeda pendapat, akan tetapi
tidak menyebabkan perpecahan, permusuhan dan saling benci karena hakikatnya
mereka sama-sama berjalan diatas hukum yang dicantumkan oleh Al-Qur'an dan
As-Sunnah. Seperti ketika Rasulullah saw selesai dari perang Ahzab Jibril as
memerintahkan agar segera ke Bani Quraidhah karena mereka melanggar perjanjian,
maka Rasulullah bersabda: "Kalian semua jangan shalat Ashar dulu, kecuali
kalau sudah sampai di Bani Quraidhah." [HR. Bukhari].
Akhirnya mereka meninggalkan Madinah menuju Bani Qudraidhah
dan bersamaan dengan itu tiba waktu Ashar, maka sebagian sahabat ada yang shalat
Ashar dulu dan sebagian lagi ada yang tidak. Hal ini tidak dicela oleh Rasullah
dan dengan kasus ini para shahabt tidak lantas saling bermusuhan atau benci
antara satu dengan lain. Demikian pula para salafus shalih ketika berbeda
pendapat, selagi dalam masalah ijtihadiyah yang disitu berlaku hukum ijtihad
maka perbedaan itu tidak menyebabkan permusuhan dan lain benci, bahkan dalam
perbedaan yang sangat tajam sekalipun. Inilah salah satu kaidah pokok
Ahlussunnah dalam masalah khilafiyah.
Adapun perselisihan yang tidak bisa dikompromi adalah apa
saja yang menyelisihi shahabat dan tabi'in seperti dalam hal i'tiqad dan
kenyakinan yang mana sebelumnya tidak pernah ada dan munculnyapun setelah qurun
mufaddlalah (masa generasi terbaik)
3. Mendengar dan patuh kepada pemegang urusan kaum muslimin (ulil amri)Ini sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam firmanNya:
"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri diantara kamu." [Qs. An-Nisaa': 59]
Sedangkan dari hadits Rasulullah saw diantaranya adalah:
"Hendaklah kalian semua mendengar dan taat walaupun yang memerintah kalian adalah seorang hamba habasyi" [HR. Al Bukhari]
"Barangsiapa yang melihat sesuatu (yang dibenci) pada imamnya maka hendaklah ia bersabar, karena barangsiapa yang memisahkan diri dari Al-Jama'ah sejengkal saja, kemudian mati maka matinya dalam keadaan jahilliyah." [HR. Al Bukhari]
3. Mendengar dan patuh kepada pemegang urusan kaum muslimin (ulil amri)Ini sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam firmanNya:
"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri diantara kamu." [Qs. An-Nisaa': 59]
Sedangkan dari hadits Rasulullah saw diantaranya adalah:
"Hendaklah kalian semua mendengar dan taat walaupun yang memerintah kalian adalah seorang hamba habasyi" [HR. Al Bukhari]
"Barangsiapa yang melihat sesuatu (yang dibenci) pada imamnya maka hendaklah ia bersabar, karena barangsiapa yang memisahkan diri dari Al-Jama'ah sejengkal saja, kemudian mati maka matinya dalam keadaan jahilliyah." [HR. Al Bukhari]
Akan tetapi ketaatan terhadap amir tidaklah mutlak, yaitu
selagi ia tidak menyuruh bermaksiat kepada Allah. Sebagaimana sabda Rasul saw:
"Wajib seorang muslim untuk mendengar dan taat baik terhadap perkara yang ia
sukai maupun yang ia benci kecuali jika disuruh untuk bermaksiat, maka tidak
boleh mendengar dan tidak boleh taat." [HR. Al Bukhari]
Dan yang dimaksud amir disini adalah bukan sebagaimana yang
diklaim oleh kelompok-kelompok yang ada saat ini. Mereka semua salah dalam
menerapkan hadits-hadits Rasulullah saw yang berkaitan dengan imamah, sehingga
bukannya bersatu tapi malah memperbanyak jumlah kelompok dan makin menceraiberaikan umat.
4. Penjelasan tentang ilmu dan fuqahaa serta orang yang seperti mereka padahal bukanIlmu yang dimaksud disini ialah ilmu syar'i yaitu pengetahuan tentang apa-apa yang diturunkan oleh Allah berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk yang diberikan kepada Rasulullah saw baik itu Al Kitab maupun Al Hikmah (As Sunnah). Allah swt berfirman:
4. Penjelasan tentang ilmu dan fuqahaa serta orang yang seperti mereka padahal bukanIlmu yang dimaksud disini ialah ilmu syar'i yaitu pengetahuan tentang apa-apa yang diturunkan oleh Allah berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk yang diberikan kepada Rasulullah saw baik itu Al Kitab maupun Al Hikmah (As Sunnah). Allah swt berfirman:
"Katakanlah: 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui' Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran."
[Qs. Az-Zumar: 9]
Adapun selain ilmu syari'i jika itu untuk tujuan kebaikan
maka itu baik naum jika untuk tujuan yang buruk maka ia jadi buruk, dan jika
tidak ada tujuan apa-apa maka termasuk kategori menyia-nyiakan waktu. Ilmu
memiliki banyak keutamaan diantaranya adalah:
-
Bahwa orang yang berilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah.
-
Ilmu adalah warisan para Rasulullah.
-
Ilmu akan tetap tinggal meskipun pemiliknya telah meninggal.
-
Salah satu iri yang dibolehkan adalah iri terhadap orang yang berilmu dan mengamalkannya.
-
Ilmu merupakan cahaya untuk menerangi jalan kehidupan.
-
Orang alim ibarat lentera yang menerangi orang-orang disekitarnya.
Yang sangat ditekankan adalah bahwa kita harus tahu siapa
sebenarnya ulama dan fuqaha itu sebab ada juga orang-orang yang menyerupai ulama
namun pada hakekatnya adalah bukan. Mereka mencampuradukkan antara yang hak dan
yang batil dan pandai menghiasi perbuatan dan ucapannya sehingga kesesatan dan
kebid'ahan yang ia lakukan disangka oleh orang sebagai ilmu padahal bukan,
ibarat fatamorgana yang disangka air namum ternyata kosong dan semu
belaka.
5. Mengenal wali-wali Allah yang sebenarnyaWali Allah adalah siapa saja yang beriman kepadaNya, bertakwa dan beristiqamah diatas agamaNya, Allah berfirman:
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa". [Qs. Yunus: 62-63]
5. Mengenal wali-wali Allah yang sebenarnyaWali Allah adalah siapa saja yang beriman kepadaNya, bertakwa dan beristiqamah diatas agamaNya, Allah berfirman:
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa". [Qs. Yunus: 62-63]
Jadi jika seseorang itu beriman dan bertakwa kepada Allah maka dia
adalah waliNya. Bukan sebagaimana yang dinyakini sebagian orang bahwa wali
adalah orang yang maksum (terjaga dari dosa) dan ia mempunyai jalan (tharikat)
tersendiri yang langsung dari Allah, bukan syari'at yang dibawa oleh Rasulullah
saw, atau dengan kata lain bahwa wali Allah itu biasanya orangnya nyeleh (tidak
wajar). Maka tidak diragukan lagi bahwa orang semacam ini tidak layak untuk
disebut wali Allah, dan tidak pantas untuk mengaku bahwa dirinya adalah wali.
Allah yang lebih tahu siapa yang menjadi waliNya. Dan yang pasti mereka adalah
orang-orang yang selalu berpegang teguh kepada kitabNya dan sunnah
RasulNya.
Allah telah menjelaskan bahwa tingkatan hambaNya yang diberi nikmat dimulai dari Rasululliahyyin (para Rasulullah), Shiddiqin (jujur dan benar imannya), syuhadaa (para syahid) kemudian shalihin (orang shalih), mereka semua ini adalah wali-wali Allah berdasarkan kesepakatan salafus shalih.
Allah telah menjelaskan bahwa tingkatan hambaNya yang diberi nikmat dimulai dari Rasululliahyyin (para Rasulullah), Shiddiqin (jujur dan benar imannya), syuhadaa (para syahid) kemudian shalihin (orang shalih), mereka semua ini adalah wali-wali Allah berdasarkan kesepakatan salafus shalih.
6. Melawan shubhat yang ditanamkan syetan untuk menjauhkan kita dari Al-Qur'an dan As-Sunnah
Yaitu mereka senantiasa dan tidak bosan-bosan, membisikkan bahwa Al-Qur'an dan As-Sunnah hanya boleh dipelajari oleh orang yang mencapai derajat mujtahid mutlak setingkat Abu Bakar atau Umar radhiyallahu anhuma. Jikalau seseorang mempelajarinya maka akan jadi kafir atau zindik. Alhamdulillah syubhat ini dengan pertolongan Allah telah dijawab oleh para ulama dengan meletakkan dasar dan syarat-syarat dalam ijtihad serta penjelasan dari mereka tentang tidak bolehnya sesorang untuk taklid buta, namun hendaknya setiap orang berusaha untuk mengkaji Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar.
Adapun taklid dibolehkan jika seseorang memang benar-benar
awam tidak tahu menahu dan tidak bisa memahami suatu hukum atau sebenarnya mampu
namun mengalami kesulitan yang sangat besar maka ia boleh taklid dalam bab yang
tidak mampu memahaminya
Wallahu a'lam bis shawab.
Maraji':
Wallahu a'lam bis shawab.
Maraji':
Al Ushul As Shittah (Syaikh Muhammad At-Tamimi)
Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin