HAKIKAT
KEBANGKITAN ISLAM (TAJDID)
PEMBAHARUAN DAN KEBANGKITAN
·
Orang
pada umumnya tidak dapat membedakan antara pembaharuan (innovation) dan kebangkitan (revival).
·
Secara
sederhana menganggap seorang ‘inovator’ sebagai mujaddid. Nampaknya pada diri mereka sudah tertanam kesan bahwa
setiap orang yang menemukan suatu cara hidup baru dan mampu menampilkannya ke
permukaan, adalah mujaddid.
·
Terutama
mereka yang memang pantas mendapat gelar kehormatan sebagai mujaddid, karena telah berusaha
menyelamatkan serta melindungi kepentingan duniawi suatu masyarakat muslim yang
mengalami kemunduran pada jamannya. Menggabungkan antara yang islam dan
non-islam dengan jalan kompromi bersama para penguasa sekuler pada masanya.
·
Orang-orang
semacam ini barangkali layak disebut pembaharu tetapi bukan mujaddid. Karya mereka lebih dekat pada
inovasi daripada kebangkitan.
·
Mujaddid
adalah orang yang paling non-kompromis terhadap golongan di luar islam. Paling
tidak bertoleransi terhadap adanya warna, setipis apapun, dari luar islam di
dalam tubuh islam.
KRITERIA SEORANG MUJADDID
Seorang mujaddid bukanlah seorang Rasul, tetapi paling tidak
jiwanya mendekati kerasulan.
Ia memenuhi kriteria berpikiran kritis, berpandangan jauh ke
muka, adil, tak memihak, berkemampuan khusus untuk melihat jalan lurus yang
nyata bagi semua golongan ekstrim serta memelihara keseimbangannya, mampu
berpikir bebas dari segala pertentangan antara golongan muda dan golongan tua
serta prasangka-prasangka social lainnya, berani menentang kedhaliman pada
masanya, berbakat sebagai pemimpin dan pembimbing, dan berkemampuan lebih untuk
melakukan ijtihad.
Serta menghasilkan karya-karya rekonstruksi. Selain harus
memenuhi segala persyaratan tadi, ia pun harus mengenal islam secara mendalam
dan menyeluruh. Seorang Muslim sempurna, baik dalam pemikiran maupun dalam
sikap, harus bermata jeli dalam menggaris batas antara yang islam dan non islam
secara terperinci. Mampu memisahkan kebenaran dari Lumpur kepalsuan yang sudah
lama melembaga. Tanpa memiliki Kriteria-kriteria tersebut, jangan harap kita
dapat menjadi seorang mujaddid, lagi
pula kriteria-kriteria ini merupakan cirri utama seorang rasul yang
membedakannya dari orang-orang islam lainnya.
MUJADDID DAN RASUL
Perbedaan mendasar antara seorang mujaddid dan seorang rasul adalah , rasul dipilih untukk mengemban
misinya oleh Allah; ia menyadari sepenuhnya akan tugasnya dan ia pun menerima
wahyu. Tugas pengemban misinya dimulai dengan pengakuannya sebagai Nabi atau
Rasul; diserunya umat untuk mengikutinya; dan diterima atau ditolaknya seruan
tersebut menunjukkan apakah umat tersebut beriman atau sebaliknya. Akan halnya
seorang mujaddid tidak memegang
kedudukan-kedudukan tersebut. Ia tidak dipilih oleh Allah tetapi menjadi mujaddid hanya karena kebetulan. Pada umumnya ia sendiri tidak sadar bahwa
dirinya seorang mujaddid, tetapi
masyarakat menilainya sebagai mujaddid setelah
ia wafat. Ia tidak menerima wahyu Ilahi, tetapi kalaupun menerima ia tidak
menyadarinya. Ia tidak memulai tugasnya dengan suatu pengakuan, ataupun diberi
pengakuan tetapi masyarakat berkewajiban untuk mempercayai dirinya. Begitu ia
mulai melaksanakan tugasnya, semua orang yang berperilaku baik pada jamannya,
sedikit demi sedikit mendekatinya, dan mereka yang tetap menjarak darinya
dengan sendirinya akan tersesat.
Dengan segala keterbatasan serta perbedaannya itu, seorang mujaddid secara utuh harus melaksanakan
dan menampilkan karya-karya besar yang setara dengan seorang rasul.
ASPEK-ASPEK KEBANGKITAN ISLAM
TAJDID
v Berbagai aspek yang diprogramkan bagi
suatu kebangkitan islam (Tajdid) :
1)
Diagnosa
penyakit-penyakit jaman. Penelaahan lingkungan dan kondisi secara teliti dan
memastikan secara tepat di mana, bagaimana dan sampai sejauh mana ‘kejahilan’ telah
merajalela, apa dan dimana akarnya. Dan bagaimana kedudukan islam pada saat
itu.
2)
Rencana
pembaharuan ; mengambil keputusan yang pasti dimana harus dilakukan serangan
untuk melumpuhkan kekuatan non islam dan memungkinkan islam menguasai seluruh
kehidupan.
3)
Perkiraan
keterbatasan-keterbatasan dan sumber-sumber daya yang ada ; mempertimbangkan
dan memperkirakan kekuatan yang ada pada seseorang serta menentukan garis
langkah pembaharuan.
4)
Revolusi
intelektual ; membentuk ide, iman, dan pandangan moral masyarakat ke dalam
bentuk yang islamis. Memperbaharui system pendidikan dan menghidupkan kembali
ilmu-ilmu pengetahuan dan sikap-sikap islamis secara umum.
5)
Pembaharuan
dalam praktek ; memberantas semua kebiasaan buruk, mensucikan moral, mewariskan
semangat melaksanakan Syari’ah dan
mempersiapkan orang-orang yang mampu melaksanakan kepemimpinan islam.
6)
Ijtihad
: memahami asas-asas yang mendasar dalam agama, menilai kebudayaan yang dianut
saat itu serta perlbagai kecenderungan dari sudut pandang islam. Lalu menentukan
perubahan-perubahan yang ingin dihasilkan sesuai dengan pola-pola.
7)
Pertahanan
Islam : mengimbangi kekuatan-kekuatan politik yang menekan dan menghancurkan
islam. Mematahkan kekuasaan mereka agar islam menjadi suatu kekuatan yang
hidup.
8)
Menghidupkan
kembali system islam : merebut kekuasaan atau wewenang dari tangan-tangan di
luar islam dam secara praktis mendirikan kembali pemerintahan berdasarkan
system yang telahdisebut sebagai “Kekhalifahan , faham yang mengikuti pola
kerasulan.
9)
Revolusi
semesta : tidak merasa puas dengan mendirikan sistim pemerintahan islam pada
sebuah atau beberapa Negara yang berpenduduk muslim. Untuk menyebar luaskan
Risalah islam yang bersifat reformatif dan revolusioner kepada seluruh umat
manusia secara besar-besaran.
Ketiga butir pertama merupakan program
yang perlu dilaksanakan oleh siapasaja yang hendak melaksanakan kebangkitan
islam. Seandainya seseorang hanya mampu menampilkan suatu karya khusus dalam
salah satu atau dua butir saja, cukuplah kiranya untuk disebut seorang mujaddid. Akan tetapi mujaddid seperti
ini, hanyalah seorang mujaddid parsial,
bukan ideal. Seorang mujaddid ideal,
tidak lain hanyalah seseorang yang telah memenuhi semua sasaran terperinci di
atas untuk membuktikan bahwa dirinya adalah pewaris darah Rasul.
MUJADDID
IDEAL
Sejarah telah membuktikan bahwa mujaddid idaman memang harus lahir. Khalifah Umar bin Abdul Aziz
mungkin bisa mencapai kedudukan mulia ini, tetapi ia tak sempat mencapainya.
Tak ada seorang pun yang secara luar biasa berhasil meraih Mujaddid yang ideal. Tetapi akal sehat, panggilan alam serta
berbagai kecenderungan di dunia, memohon agar “pemimpin” seperti itu harus
lahir, orang tersebut adalah Imam Al-Mahdi yang kedatangannya jelas-jelas
diramalkan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam hadits-haditsnya.
IMAM
MAHDI
Kaum Muslimin yang tak percaya datangnya Imam mahdi, tidak
jauh berbeda kekeliruan konsepsinya dengan para “innovator” yang sama sekali
tak percaya akan peristiwa semacam ini. Orang yang akan datang itu termasuk
seorang pemimpin yang sangat modern pada jamannya, menguasai wawasan yang
sangat luar biasa mendalam tentang semua cabang pengetahuan yang ada. Serta
semua masalah hidup yang utama.
“Mahdiisme” bukanlah sesuatu yang perlu dicapai. Mereka yang
membuat pengakuan seperti itu serta mereka yang siap menerimanya, sesungguhnya
menelanjangi sendiri kebodohannya dan kemiskinan moralnya. Imam Mahdi seperti
layaknya seorang pemimpin revolusioner, harus berjuang keras serta menghalau
segala rintangan yang menghalangi gerakannya. Ia akan mendirikan suatu madzhab
pemikiran baru berdasarkan islam yang hakiki, merubah sikap mental masyarakat,
dan memulai suatu gerakan dahsyat dalam lapangan kebudayaan serta politik.
Kejahilan akan mengerahkan segenap tenaga untuk melumatnya habis. Tetapi pada akhirnya,
ia berhasil membuatnya lari tunggang langgang dan mendirikan sebuah Negara
islam yang tangguh. Di satu sisi Negara ini akan membangun dan memperkuat
semangat islam dalam segala urusan.
BAB II
BEBERAPA MUJADDID TERKENAL
UMAR BIN ABDUL AZIZ
Ø Mujaddid
islam yang pertama, ia dilahirkan dari
keluarga bangsawan, ketika usianya menjelang dewasa ayahnya mendapat kehormatan
menjadi gubernur di provinsi utama mesir.
Ø Dan ketika usianya cukup, ia sendiri
diangkat sebagai Gubernur pada masa pemerintahan dinasti Umayyah.
Ø Ibunya adalah cucu Umar Bin Khattab,
lahir hampir lima puluh tahun sesudah kemangkatan Rasulullah SAW.
Ø Pada saat itu masih banyak tabi’in yang
masih hidup. Mula-mula ia mempelajari ilmu Hadits serta ilmu Fiqih, dan tidak
lama kemudian dikenal sebagai seorang ahli dalam kedua ilmu tersebut.
Ø Saat usianya 37 tahun, secara kebetulan
ia diangkat menjadi khalifah.
Ø Ia Menumbuhkan kesadaran akan beban
tanggung jawab yang amat berat dipundaknya. Peristiwa ini secara mendadak telah
merubah dirinya. Kemudian dipilihnya jalan islam untuk memerangi “kejahilan”
dengan ringan dan pasti, seolah-olah segala sesuatunya telah lama ia renungkan
dan rencanakan.
Ø Setelah itu perhatiannya beralih kepada
perbedaan-perbedaan serta hak-hak istimewa yang dinikmati para keluarga istana
dan menurunkan status mereka menjadi sama dengan umat islam lainnya. Ia
merombak system pemerintahan, digesernya para gubernur yang korup dan dicarinya
orang-orang yang jujur sebagai pengganti mereka.
Para pejabat yang menyalahgunakan
kekuasaan ditegurnya, serta mengajak mereka untuk menegakkan keadilan. Ia telah
menjamin tegaknya landasan hukum. Diubahnya seluruh kebijakan pajak dan
menghapuskan semua pungutan pajak liar. Diatur kembali dan diperbaharuinya
system pengumpulan zakat dan dibukanya kantor Bendahara Negara yang melayani
masyarakat umum. Demikianlah jalan dihidupkannya kembali system pemerintahan
islam pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz.
Berkat wewenang politiknya ia mulai mencuci bersih kehidupan
intelektual, moral dan social masyarakat dari pengaruh-pengaruh buruk yang
telah menyebarluas selama pemerintahan yang tidak islamis dalam kurun waktu
kurang lebih setengah abad. Dan diajaknya para cendikiawan untuk mencurahkan
perhatian pada ilmu Qur’an, hadits, dan ilmu fiqih, sehingga dengan demikian ia
berhasil mewariskan suatu gerakan intelektual yang tangguh, menghasilkan
orang-orang besar seperti Malik, Syafi’i dan Ahmad bin Hambal.
Mujaddid islam yang pertama ini bekerja keras selama dua
setengah tahun. Dalam jangka waktu sesingkat itu ia telah mampu merubah secara
cepat semua aspek kehidupan yang tumpang tindih tak beraturan. Tetapi sayang,
Bani Umayyah menggulingkan kembali orang salih ini. Mereka melakukan maker
dengan jalan meracuni Khalifah hingga ia syahid pada usia muda 39 tahun. Memang
belum sempurna benar karya kebangkitan yang dipeloporinya, namun itu hanya pada
satu segi saja, yakni : ia belum sempat merubah kesultanan (monarki). Menjadi
Kekhalifahan yang demokratis.
EMPAT
ORANG IMAM
Para mujaddid yang lahir pada masa tersebut adalah rmpat
orang imam termasyhur yang terkenal sebagai empat orang pendiri Empat madzhab
hokum islam (Fiqih). Walaupun pada saat itu terdapat banyak Mujtahid lain
selain mereka, namun ada beberapa alasan tertentu yang menempatkan keempat mujtahid tersebut di atas yang lain dan
memberi gelar kehormatan kepada mereka sebagai para mujaddid islam.
v Alasan-alasan tersebut adalah
:
1)
para
Imam tersebut dengan kearifan
pandangannya yang dalam serta daya intelektual yang luar biasa, telah
mendirikan mazhab-mazhab pemikiran agama yang begitu tangguh.
2)
keempat-empatnya
melakukan semua itu secara independent, terbebas dari bantuan pemerintahan
dalam bentuk apapun. Malahan dalam berbagai kesempatan mereka acapkali menampik
segala bentuk campur tangan resmi dengan maksud agar mereka dapat bekerja sama
dengan aman.
Imam hambali berulang kali disiksa tubuhnya semasa
pemerintahan Al Ma’mun, mutasim, dan Wathiq, dan dicambuk dengan cara yang
terlalu keras bagai seekor unta atau gajah. Alhamdulillah setelah Mutawakkil
naik tahta, keadaanya menjadi berbalik, Imam Hambali dijunjung tinggi dan
dianugerahi berbagai macam hadiah kehormatan dari raja, sehingga ia mengeluh :
“Hadiah itu bagiku lebih menyiksa daripada cambuk ataupun penjara.”
Walaupun mengalami berbagai kesukaran, orang-orang mulia
tersebut tak pernah sekalipun membiarkan pengaruh raja menghalangi atau merusak
karya-karya mereka untuk menghirapun dan meneliti ilmu-ilmu islam. Mereka telah
berhasil menerapkan suatu pola dasar melalui keteladanan diri.
IMAM GHAZALI
Setelah Umar bin Abdul Aziz wafat, tampuk pemerintahan jatuh
ke tangan orang-orang “jahiliyah” untuk selamanya dan kekuasaan atau wewenang
politik pada akhirnya berpindah ke tangan Raja-raja Turki melalui Bani Umayyah
dan Bani Abbas.
Kelemahan lagi dalam tubuh kaum Muslim akibat dekadensi
pemerintahan Bani Abbas ini. Para penguasa menggantikan para khalifah bani
Abbas terdahulu, semakin lama semakin tidak memperdulikan lagi kesenian dan
ilmu pengetahuan islam. Sedemikian parahnya sehingga mereka tak mampu lagi
memilih dan menunjuk orang-orang yang mampu untuk duduk lembaga-lembaga hukum.
Sejalan waktu yang terus mengalir, kecenderungan ini, karena mendapat
rangsangan dari kekuasaan istana, menyebarluaskan begitu pesatnya sehingga
menghasilkan cukup banyak sekte baru di berbagai Negara islam, memperuncing
perbedaan pendapat, dan menyebabkan benturan-benturan tajam yang saling
mencelakakan antarsesama Muslim.
v Berikut ini secara singkat dapat
digambarkan kondisi umum yang terdapat pada abad ke V (lima ):
1.
Penyebarluasan
filsafat Yunani telah menggoyahkan dasar-dasr keimanan agama pada masyarakat.
2.
Karena
adanya pengaruh yang dihembuskan oleh para penguasa yang “jahil” dan karena
kurangnya sarana untuk menyebarkan ilmu-ilmu agama, maka mengeringlah sumber
mata air Ijtihad, dan terpaksa dilakukan penyesuaian yang kaku.
3.
Kemerosotan
moral secara umum telah terjadi dari timur sampai ke Barat, di semua Negara
islam pada semua lapisan masyarakat.
4.
hidup
mewah yang dicontohkan oleh segelintir penguasa serta peperangan yang mereka
timbulkan untuk mendapatkan kekayaan dan kesenangan, telah menimbulkan
kemunduran ekonomi yang mengerikan bagi rakyat kecil.
Itulah tadi kondisi umum yang terdapat
di pertengahan abad ke lima Hijriyah, tatkala Imam Ghazali lahir ke dunia (lahir
:450 H / 1058 M ; Wafat : 505 H/1111 M ). Pada masa kecilnya ia menerima
pendidikan yang sama dengan yang dianggap bermanfaat dan menguntungkan dari
segi keduniaan. Dan ia menguasai secara sempurna berbagai cabang ilmu
pengetahuan yang sangat dibutuhkan. Lalu ia menjadi orang terkenal dan
menduduki posisi yang diidamkan oleh para ulama saat itu. Ia terpilih menjadi
rektor pada Universitas Nizamiah di
Baghdad.
Imam ghazali mendapat kedudukan yang
begitu terhormat pada saat ia secara tiba-tiba merubah haluan hidupnya. Kesan
terhadap perubahan ini sangat melekat di dalam pikirannya, ketika ia memandang
kehidupan intelektual, moral, agama, politik, dan kebudayaan pada zamannya.
Dihabiskannya waktu cukup lama dengan menyiksa diri dan beribadah dengan
harapan dapat mensucikan jiwanya. Semua kegiatannya ini ia jalani dalam waktu
sepuluh tahun. Dan kepulangannya pada usia 28 tahun, ia telah menjadi manusia
yang berubah 180 derajat dari sebelumnya.
Berikut ini
gambaran singkat tentang karya kebangkitan yang telah dilaksanakan oleh imam
ghazali :
1) Mempelajari
pemikiran Yunani dengan ketajaman berpikir yang luar biasa.
2) Memperbaiki
kesalahan-kesalahan orang-orang yang karena terlalu berantusias lalu menghantam
para filosof dan kaum skolastik tanpa dilengkapi dengan senjata rasionalisme.
3) Mengajukan
bukti-bukti bahwa penafsiran-penafsiran rasional tentang keyakinan islam yang
mendasar itu keabsahannya tidak perlu dipertanyakan berdasarkan asas-asas
rasionalistis dalam beberapa abad berikutnya.
4) Menguji semua
sekte atau aliran agama yang hidup pada zamannya dan dengan cermat membuat
garis pemisah antara yang islam dan non islam, menetapkan batas-batas
diperbolehkannya kebebasan membuat penafsiran, dan menunjukkan batas-batas
pelanggaran yang termasuk bid’ah.
5) Menghidupkan
kembali pemahaman terhadap ajaran islam, menyesalkan keimanan yang membabi
buta, menentang kepatuhan yang kaku, dan mengarahkan perhatian masyarakat
kepada sumber-sumber petunjuk yang benar yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul. Ia
mengobarkan kembali api semangat Ijtihad,
dan mengkritik semua aliran dalam hal kelemahan-kelemahan mereka serta
kecenderungan-kecenderungan mereka yang tidak islamis, dan mengajak mereka
untuk melakukan pembaharuan.
6) ia mengkritik
system pendidikan yang sudah tak tentu bentuk wujudnya dan menawarkan system
baru sebagai penggantinya. System yang sudah ada mengandung dua kelemahan
utama, yaitu :
a) Sistem tersebut
memisahkan ilmu-ilmu duniawi dari ilmu-ilmu islam, yang tak dapat diletakkan
berakibat pada pemisahan antara urusan-urusan agama suatu kecenderungan yang
tak sehat dilihat dari pandangan hidup islam
b) Hal-hal
tertentu yang tidak termasuk Syari’ah dimasukkan
ke dalam kurikulum, seakan-akan merupakan bagian dari Syari’ah.
7) Mengadakan
penelaahan yang mendalam terhdaap kondisi moral masyarakat. Karya besar Ghazali
yang berjudul Ihya Ulumuddin merupakan
hasil pengalaman dan pengamatan Ghazali tersebut.
8) Ghazali
mengkritik system pemerintahan yang berlaku, mendesak secara langsung para
pejabatnya untuk melakukan pembaharuan dan menanamkan kepada rakyat banyak agar
jangan mau ditakut takuti, harus berani membela diri dan mengkritik penindasan.
Menurut Ibnu Khaldun, Ghazali gemar
sekali memperhatikan cara kerja pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip Islam di
manapun di dunia ini. Jika dinilai dari kacamata intelektual, karya kebangkitan
yang diciptakan oleh Imam Ghazali, secara umum memiliki tiga kelemahan sebagai
berikut :
1. Kelemahan di
bidang ilmu Hadits
2. Pengaruh
dominant dari ilmu-ilmu kaum rasionalis yang bersemayam di dalam benaknya, dan
3. Ia terlalu
condong ke arah tasawauf.
o
Satu-satunya orang yang benar-benar melanjutkan karya
Imam Ghazali dan berhasil menghindari kelemahan-kelemahan itu, adalah Imam Ibnu
Taimiyyah.
o
Ia berhasil membangkitkan kembali api semangat islam
secara moral maupun intelektual, dan membersihkan system islam dari segala
inovasi dan ketidaksucian.
IMAM IBNU
TAIMIYYAH
Imam Ibnu Taimiyyah lahir pada paruh
kedua abad ketujuh Hijriyyah (lahir:661 H/1262 M ; dan wafat :728 H/1327 M),
kira-kira 150 tahun setelah wafatnya Imam Ghazali. Ibnu Taimiyyah memiliki
pengetahuan mendalam mengenai Al-Qur’an. Menurut Hafiz Zahbi, “Allah
menganugerahi Ibnu Taimiyyah dengan kemampuan menjelaskan dan menafsirkan
Al-Qur’an dengan benar.
v Karya-karya
kebangkitan yang dihasilkan oleh Ibnu Taimiyyah dapat diringkas sebagai berikut
:
1. Dengan
kritiknya yang lebih keras dan pedas daripada Imam Ghazali, ia telah
menundukkan Logika dan Filsafat Yunani, menelanjangi segala kekeliruan dan
kelemahannya sehingga pudarlah kewajibannya dalam aliran rasionalistik hamper
untuk selamanya.
2. Ia mengemukakan
argumentasi-argumentasi yang kuat dalam menyokong keyakinan dan perintah agama,
lebih rasional dan lebih sesuai dengan jiwa islam daripada yang disampaikan
oleh Imam Ghazali. Ibnu Taimiyyah memilih cara logika sederhana dalam
menafsirkan dan menjelaskan rahasia-rahasia islam, yang tentu saja lebih wajar,
lebih efektif, dan lebih dekat dengan isi kandungan Qur’an dan Sunnah.
3. Ia tidak hanya
menggembar-gemborkan ketidaksetujuannya terhadap kepatuhan yang kaku (Taqlid) tetapi juga telah berhasil
melakukan Ijtihad sesuai dengan
cara-cara yang pernah dilakukan oleh para doktor agama pada masa sebelumnya.
4. Ibnu Taimiyyah
secara tegas menentang inovasi dalam agama, adat istiadat politheistik,
penyelewengan- penyelewengan moral dan social.
Selain dari
karya kebangkitan ini Ibnu Taimiyyah pun
turut mengangkat pedang melawan perusakan dan kebiadaban bangsa Tar-tar.
Ia dengan santer menghimbau rasa kemanusiaan kaum muslimin dari rakyat biasa
sampai penguasa di mesir dan Siria yang belum terkena bencana tersebut.
SYEIKH AHMAD
DARI SIRHIND
Banjir serangan bangsa tartar telah
membinasakan dan memporak porandakan seluruh dunia Muslim pada abad ketujuh
Hijriyah, kecuali anak-benua indo-Pakistan. Segala ketimpang dan tanda-tanda kerusakan
yang terdapat di Khurasan dan irak dijumpai juga disini ; anggapan terhadap
hak-hak kedaulatan dan absolutnya para raja, hidup santai dan bersenang-senang
dari para penghuni istana, penimbunan harta kekayaan dengan cara-cara tak halal
dan membelanjakannya dengan cara-cara tak bertanggung jawab, penguasa yang
lalim dan main paksa, tidak ingat pada Tuhan dan meninggalkan jalan yang benar,
dan sebagainya.
Kebijakan pemerintah di bidang
pendidikan pun benar-benar menyimpang dari jiwa islam. Pengajaran bahasa arab,
dan hukum islam serta Ilmu hadits kurang disukai, dan mereka yang menguasai
ilmu-ilmu tersebut dianggap rendah dan terbelakang. Namun sebalinya, pemerintah
lebih menyukai Filsafat, Matematika, Sejarah, dan Pelajaran-pelajaran lain yang
benar-benar murni duniawi.
Kini para pemuja agama itu
menyebarkan suatu penyakit baru di kalangan rakyat kecil. Mereka menggabungkan
neo-Platonisme, Stotisisme, Mani-isme, dan Vendataisme untuk menghasilkan suatu
ramuan mistikisme filosofis aneh yang hampir tidak bisa diterapkan pada system
moral dan keyakinan islam. Akibatnya, batas-batas yang ditentukan oleh islam
bagi yang halal dan yang haram tidak dapat ditaati, perintah-perintah agama
secara praktis diselewengkan, dan perbuatan-perbuatan serta keinginan-keinginan
perseorangan dilepasbebaskan dalam masalah-masalah kehidupan. Para pemimpin
lain yang lebih murni dalam kekuatan mistik pun tak terkecuali, karena mereka
berada dibawah pengaruh aliran mistik yang salah satu penafsirannya yaitu,
Panteisme, telah membuat mereka lemah tak berdaya menghadapi kehidupan dan
kenyataan.
Demikianlah keadaanya ketika Hazrat
Syeikh Ahmad lahir di Sirhind pada awal masa pemerintahan Raja Akbar. Ia lahir
tahun 975 H atau 1563 M, dan wafat tahun 1034 H atau 1 624 M. Ia diasuh dan
dibesarkan di tengah-tengah orang-orang yang paling mengerti agama pada
zamannya, yang walaupun tak berdaya melawan kecenderungan-kecenderungan buruk
disekelilingnya tetapi tetap patuh, taat, dan jujur dalam perbuatannya.
Aurangzeb Alamgir lahir empat tahun
setelah Syeikh Ahmad wafat. Hanya karena pengaruh positif dari Syeikh-lah yang
membuat pangeran dari keluarga Taimur ini mendapatkan gemblengan intelektual
dan moral, yang memungkinkan buyut dari raja Akbar, si perusak Syariah, ini melindungi Iman.
Syeikh Ahmad tidak hanya berhasil
menyelamatkan pemerintahan menyelamatkan pemerintahan Muslim di India dari
bahaya kehancuran total di tangan kaum “Jahiliyah” dan mengakhirinya dengan
suatu gerakan yang barangkali secara keseluruhan tidak cocok bagi islam jika
itu terjadi pada awal abad ke tujuh belas di anak-benua India ini, tetapi juga
dua macam prest asi lainnya yang luar biasa cukup menunjukkan kebolehannya.
a. Pertama, ia
berhasil membersihkan Tasawuf yang lazimnya berdasarkan ketidakmurnian
pemikiran filsafat dan perbuatan-perbuatan kebiaraan, untuk kemudian
menggantikannya dengan Tasawwuf Islam
yang murni.
b. Kedua, ia
berhasil membasmi sampai ke akar-akarnya adapt-kebiasaan dan perbuatan anti
Tuhan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat banyak, lalu mempelopori suatu
gerakan dahsyat dengan melaksanakan Syari’ah menurut petunjuk rokhaniah.
Gerakan ini
cukup ampuh untuk melahirkan ribuan pejuang yang terlatih baik. Para pejuang
yang tidak hanya berjuang di seluruh pelosok India tetapi juga di seluruh Asia
Tengah guna melakukan reformasi moral dan keyakinan masyarakat. Justru karena
prestasi-prestasi yang menakjubkan inilah maka Haazrat Syeikh Ahmad dari
Sirhind lama dikenal sebagai seorang Mujaddid
Islam
SYAH WALIULLAH DARI DELHI
Syah Waliullah, 1114 H (1703M) –
1776 H (1763M), lahir setelah mangkatnya Mujaddid
Alfi Tsani (Hazrat Syaikh Ahmad) dan
empat tahun sebelum mangkatnya kaisar Aurangzeb Alamgir, di pinggiran kota
Delhi. Orang akan terkesiap oleh prestasi yang telah dicapai memerangi suasana
kejahilan. Dan akan terheran-heran, betapa mungkin di tengah-tengah abad
seperti ini lahir seorang tokoh yang memiliki wawasan luas serta daya
intelektual begitu tinggi.
Ø Syah waliullah
pantas berada dalam deretan para pemimpin terkemuka dalam sejarah kemanusiaan.
Ø Tugas utama
yang diemban para pemimpin ini tampaknya adalah, bahwa dengan menggunakan
sarana kemampuan kritis serta ketajaman analisis, mereka berikhtiar
menjernihkan kebenaran yang selama berabad-abad telah menyesatkan.
Ø Dalam karyanya
yang berjudul Tafhimati Ilahiyyah, Syah
Waliullah telah menunjukkan bahwa bila keadaan menghendaki, ia akan tampil
mengangkat senjata.
Ø Berusaha sekuat
tenaga untuk memperbaiki keadaan. Tetapi dalam prakteknya ia tidak berbuat
sedemikian. Segala kemampuannya serta pemahamannya yang mendalam tampaknya
telah ia curahkan untuk melakukan kritik dan pembangunan kembali pemikiran
agama.
Ø Karya
Pembaharuan Syah ini dapat dipisahkan dalam dua kelompok, yaitu pertama kritik
dan penelitian ; dan kedua, pembangunan kembali. Berikut ini akan diuraikan
keduanya satu persatu.
KARYA KRITIK
DAN PENELITIAN
Æ Syah merupakan
seorang ulama pertama yang benar-benar mengerti dan memahami perbedaan antara
sejarah kaum Muslimin.
Æ Ia telah
mempelajari sejarah kaum muslimin dari sudut sejarah Islam dan berikhtiar
memetakan secara tepat kondisi islam di antara para pemeluknya dalam kurun
waktu berbeda.
Æ Secara gamblang
Syah dalam buku-bukunya telah menunjukkan perbedaan tersebut, terutama dalam
buku yang berjudul Izzatul Khifa
dalam Bagian IV. Disana perbedaan tersebut diuraikan secara panjang lebar.
Æ Karyanya ini
memiliki keistimewaan, di samping pemaparannya tentang sifat-sifat tertentu
dari berbagai zaman berikut dengan segala ketimpangannya, ia pun secara
gambalang membahas perihal kenabian Rasulullah SAW., yang berisi sindiran
terhadap keadaan pada zaman-zaman tersebut.
v Dengan
pandangan kritis Syah menyingkap berbagai macam kejahatan dan mencoba
menelusuri akar penyebabnya. Dan akhirnya, hasil dan pelacakannya ini tunjukkan
dalam dua hal berikuti ini :
a) Pemindahan
kekuasaan politik dari kekhalifahan kepada kerajaan.
b) Memudarnya
semangat Ijtihad dan merajalelanya
akibat ketaatan yang membuta (Taqlid)
di dalam pikiran.
Sumber pertama dari kedua sumber di
atas telah dikupas dalam lembaran-lembaran Izalah.
Perbedaan antara ajaran dan konsep kekhalifahan dengan ajaran dan konsep
kerajaan atau kesultanan telah dijelaskan dan diilustrasikan lewat tradisi-tradisi
dengan cara yang belum begitu dikenal dalam sastra Islam lama.
Kemudian syah menyatakan :
“Pemerintahan demokrasi seperti ini sama saja dengan kaum Majusi, hanya bedanya rakyat melaksanakan sholat dan mengucap dua
kalimat syahadat. Adapun mengenai masalah taqlid,
sumber kejahatan kedua Syah Waliullah meratap dalam Izalah, Baduri, Bazighah, Tafhimati, ilahiyyah, Musawwa, Musaffa dan dalam hampir semua karyanya.
Dalam Izalah ia menyebutkan : “Hingga tamatnya riwayat kerajaan Siria
(masa pemerintahan Bani Umayyah) tak ada orang yang menyebut dirinya penganut
mazhab Hanafi dan Syafii.
Di dalam Musaffa, Syah Waliullah menulis : “Orang –orang bodoh pada zaman
kita telah lari dari ijtihad. Tak
tahu kemana harus melangkah. Pekerjaan mereka sudah menyimpang sama
sekali.
Di dalam Tafhimat dikatakan dikatakannya : “Sang guru (yaitu tak lain Syah
Sendiri) lahir kedunia ketika tiga hal telah dicampur-adukan di dalam
tubuh masyarakat, yaitu :
1. Cara berpikir
yang menyesatkan, ini disebabkan oleh masuknya ilmu pengetahuan Yunani.
2. Peribadatan
instuisi ; yang disebabkan oleh semakin populernya aliran Sufi yang telah
memperbudak manusia di Timur maupun Barat.
3. Ketaatan kepada
Allah, dengan kenyataan bahwa masyarakat tersebut beragama islam.
Penyakit lain adalah bahwa, setiap
orang hanya mengikuti kemauannya sendiri, dan terus mengikutinya tanpa mengenal
batas. Tak pernah mawas diri. Setiap orang melakukan penafsiran seenaknya
terhadap rahasia dan makna perintah Allah.
KARYA
REKONSTRUKSI
Karya penting perdana yang
dihasilkan oleh Syah Waliullah dalam hal ini adalah, ajuan pandangannya yang
seimbang dan moderat dalam Ilmu Fiqih. Terbebas dari semua hal ekstrim dan
tidak menunjukkan keberpihakan atau tentangan terhadap mazhab manapun.
Ditelaahnya semua prinsip dan metoda pengambilan kesimpulan yang dirancang dan
dianut oleh masing-masing mazhab pemikiran hukum.
“Aku yakin bahwa mazhab-mazhab yang
didirikan oleh imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’I paling banyak dikenal dan
paling banyak penganutnya di kalangan Ummah.
Sebagian besar dari karya-karya kedua tokoh tersebut pun dari masa ke masa
telah mereka himpun. Sebagian besar ahli
hokum. Ulama ahli Hadits, komentar, Kyai dan sufi telah menjadi pengikut mazhab
Syafi’i. Sedangkan pemerintah dan rakyat awam banyak yang telah menjadi
pengikut mazhab Hanafi. Saat ini kebenaran yang nampaknya bisa cocok dengan
pengetahuan Ukhrawi adalah kebenaran
yang merupakan penggabungan dari kedua mazhab tersebut menjadi satu mazhab.
Untuk itu penafsiran-penafsiran dari
kedua mazhab tersebut harus ditinjau dan disaring kembali. Jangan sampai
bertentangan dengan sunah Rasul. Kesesuaian apa pun yang di dapat haruslah
dipertahankan dan apa pun yang tampak tidak mempunyai dasar hukum harus dibuang
jauh-jauh. Bila setelah ditinjau dan di kritik ternyata masih utuh tidak
berubah. Maka apa pun hasilnya harus dijadikan pegangan.
Dalam Isaf pandangan Syah Waliullah ini diterangkan secara lebih
terperinci : metoda penggabungan antara kedua kelompok untuk mendapatkan hasil
yang sehat dan selaras.
Keuntungan besar dari pendekatan
moderat serupa itu adalah, di satu pihak dengan metoda tersebut berakhirlah
segala prasangka, pikiran picik, kompromi kaku, pembicaraan yang tak berkembang
dan selisih pendapat. Di lain pihak, terbukalah cara-cara baru untuk mengadakan
penelitian dan Ijtihad dengan wawasan
luas.
Dalam setiap jaman Ijtihad hukumnya wajib (bagi para
ulama). Yang aku maksud dengan Ijtihad adalah pemahaman penuh terhadap nilai-nilai Syariah (Ahkam) berdasarkan asas-asas
Islam. Syah Waliullah tidak sekedar menekankan pentingnya Ijtihad, tetapi juga meletakkan asas-asas, prinsip-prinsip dan
syarat-syarat yang diperlukan untuk melaksanakannya. Hal ini tampak dalam Izalah, Hujjah, Aqdul-jid, Insaf, baduri
Bazighah, Musaffa, dan sebagainya yang disinggung dan diuraikan secara
panjang lebar.
Syah telah menciptakan suatu system
filsafat social berdasarkan system moral yang sejalan dengan masalah hidup
keseharian. Dalam kaitan ini ia telah membahas secara tuntas semua masalah,
seperti organisasi, kehidupan keluarga, etika, social, politik, hukum, pajak
administrasi sipil, organisasi militer, dan sebagainya.
HASIL-HASIL YANG DICAPAI
Apabila sistem islam yang tersusun rapih, rasional dan logis
seperti itu dikemukakan, maka tak dapat dibantah lagi bahwa seluruh sendi-sendi
masyarakat yang berpikir benar dan bersikap baik dapat menjadikannya sebagai
cita-cita mereka. Dan mereka yang memiliki kemampuan praktis cukup besar,
berusaha untuk mencapainya. Ia tidak hanya menjelaskan dan menggambarkan
karakteristik pemerintahan islam, tetapi telah disinggungnya berulang kali
dengan cara yang berbeda bahwa, kaum muslimin yang taat dan benar menjadi
gelisah dan tak tahan untuk berjuang mengganti pemerintahan non-islam menjadi
pemerintahan islam.
SAYYID AHMAD BRELAVI DAN SYAH ISMAIL
SYAHID
Hampir setengah abad setelah wafatnya Syah Waliullah
berlalu, lahir sebuah pergerakan di bagian anak-benua India yang bercita-cita
dan bertujuan sama dengan yang telah disebutkan sebelumnya. Apabila seseorang
meneliti Maktaubat dan Malfuzat dari Sayyid Ahmad ; atau
langsung menekuni Mansabi Imamat, abadat
Taqwiatul Imam dan tulisan-tulisan Syah Ismail Syahid lainnya, maka akan
mendapati kenyataan bahwa pada setiap halaman isi dan gayanya sama dengan karya
Syah Waliullah. Dengan kekuatan dirinya yang besar, menghasilkan orang-orang
yang berfikir benar dan alim. Lalu keempat orang putranya, terutama Syah Abdul
Aziz, tidak terkira jasanya dalam memperluas jangkauan hingga mencapai seluruh
daratan India, dalam waktu singkat.
Sayyid Ahmad dan Syah Ismail dapat dikatakan satu dan sama
dalam jiwa maupun dalam perbuatan. Namun demikian, saya tidak beranggapan bahwa
gabungan tubuh merekalah yang menjadi Mujaddid,
saya hanya menyatakan rasa salut saya atas kelengkapan karya syah
Waliullah.
v Prestasi mereka berdua dapat disebutkan
sebagai berikut :
1.
Mereka berdua melancarkan suatu
gerakan pembaharuan dalam masalah-masalah agama, moral dan kemasyarakatan yang
menyentuh rakyat jelata. Dimana pun juga pengaruh mereka menjangkau. Dan hal
itu mengingatkan kita pada para Sahabat Nabi.
2.
Merake berdua mempersiapakan suatu
rencana besar untuk berjihad pada
masa-masa sulit (dimulai pada abad ke-19) dikala India nyaris mendekati jurang
kehancuran total. Mereka menunjukkan kebolehannya dalam mengorganisasi
karya-karya mereka.
3.
Apabila mereka mempunyai kesempatan
untuk menetapkan suatu peraturan dalam suatu kawasan tertentu, mereka menetapkannya
berdasarkan kekhalifahan dengan pola-pola Nabi.
PENYEBAB-PENYEBAB KEGAGALAN
1.
Sejak masa Mujaddid Alf-i-Thani
sampai Syah Waliullah, adalah kegagalan mereka dalam membentuk pandangan yang
benar terhdap orang Muslim yang berkaitan dengan Tasawuf. Inilah mungkin
penyakit yang seharusnya dapat disembuhkan dengan mengambil tindakan yang
tepat.
Kedua Mujaddid dan Syah Waliullah
sadar sepenuhnya akan penyakit ringan tapi kronis orang muslim ini. Mereka
telah memperlihatkan kekacauan itu dalam karya mereka. Karenanya jika saat ini
seseorang berminat dan merencanakan meneguhkan Islam, ia harus mengelakkan
masalah bahasa dan minologi Sufi, masalah-masalah yang berbau mistik,
pakaiannya dan atributnya, lembaga murid dan lainnya.
2.
Sayyid Ahmad dan Syah Sahid tidak membuat
usaha yang tepat guna menyiapkan medan jihad serta untuk menetapkan hukum
revolusi Islam. Inilah satu pelajaran yang harus dicatat dan diingatkan bagi
segala usaha di depan. Harus disimpan dalam pikiran bahwa, jika revolusi
politik tidak berlangsung dari akarnya, maka kehidupan moral dan budaya suatu
masyarakat tak akan pernah berhasil. Atau kalaupun berhasil, tak kan dapat
bertahan lama.
3.
Sekarang timbul pertanyaan ; apa
sesungguhnya penyebab keunggulan orang-orang Inggris sehingga memungkinkan mereka
menciptakan sebuah negara yang tak berTuhan ribuan mil dari negara mereka?
Sedang para Mujahidin gagal untuk
mendirikan sebuah negara Islam dirumahnya sendiri? Pertanyaan ini tak dapat
dijawab dengan tepat kecuali kalau kita meninjau latar belakang abad 18 dan 19
di Eropa.
Revolusi perancis membuka jalan menuju
peradaban yang baru. Penemuan mesin dan Revolusi Industri, telah melahirkan
kebudayaan yang hebat dengan masalah-masalah kehidupan yang baru. Napoleon
melumpuhkan Mesir hanya dengan segelintir tentara, setelah menyerang pusat
dunia Islam. Keyataan yang sangat mengejutkan ialah, bahwa inggris sudah dapat
memegang Bengali pada masa syah Waliullah. Pengaruhnya telah berhasil
menjangkau sejauh Allahabad.
Ketika mujahiddin muncul untuk
mengorganisir dan melakukan Jihad, tidak heran lagi bahwa kekuatan nyata yang
hebat di India dan betul-betul diperhitungkan oleh mereka adalah Inggris,
bukannya Shikhs. Memang membingungkan bagaimana mereka bisa kehilangan jejak
dari aspek yang penting dari persoalan ini. Ternyata mereka tidak pernah
berusaha membandingkan dan mengukur kekuatan dengan mereka yang dianggap musuh
nyata, serta menata kekuatannya.
PENUTUP
Pelajaran pertama yang dapat kita gali dari kegagalan
pergerakan Islam dalam konteks pertentangannya dengan kafir Barat ialah sebagai
berikut :
Walaupun kebangkitan ilmu pengetahuan agama dan praktek
Syari’ah pada hakekatnya sangat penting bagi kebangkitan Islam, tapi hal ini
juga banyak menuntut.
Dan hal ini tentu saja membutuhkan dukungan penuh gerakan ideologis
yang menyeluruh yang dapat membawa pengaruh kuat dengan liputan pemikiran
ilmiah dan keahlian praktis. Ringkasnya, semua pekerjaan dan lingkup kehidupan,
menunjuk pada pemusatan semua kekuatan yang memungkinkan dan sarana untuk
pengabdian terhadap islam.
Kedua, karya kebangkitan dan rekonstruksi di zaman moderen
ini memerlukan kekuatan baru dalam Ijtihad.
Wawasan dan kekuatan penafsiran yang ditunjukkan oleh Syah Waliullah, para
mujtahid pendahulu dan para mujadid, tidak dapat disamakan dengan situasi
sekarang ini.
Zaman sekarang, dengan sarana dan kekuatan baru dengan
masalah-masalah hidup baru yang tak terhitung, yang mungkin tak pernah
terpikirkan oleh Syah Sahib dan para pemikir dahulu. Keadaan seperti ini hanya
diketahui oleh Allah yang disampaikan melalui firmanNya. Oleh karenanya,
satu-satunya sumber petunjuk dan inspirasi untuk gerakan ideologis bagi
kebangkitan Islam di zaman ini, tak lain ialah Kitab Allah dan Sunah Rasul.
Kemudian, dalam cahaya petunjuk ini, kekuatan ijtihad yang bebas sangat diperlukan. Layaknya membuat jalan raya
yang disediakan untuk beraksi. Keuntungan yang mungkin dapat ditarik dari
pengalaman seseorang dan semua Mujtahid dulu, hanya pada saat yang bersamaan
hal ini. Dan mungkin tak mencakup cara pemujaan dan pola pemikirannya.