Definisi
Naskh menurut bahasa mempunyai dua makna,
iaitu : menghapus dan menukil. Sehingga seolah-olah orang yang menasakh itu
telah menghapuskan yang mansukh, lalu memindahkan
atau menukilkannya kepada hukum yang lain.
Sedangkan
menurut istilah, naskh adalah “pengangkatan yang dilakukan
oleh Penetap Syari’at terhadap suatu hukum yang datang terdahulu dengan hukum
yang datang kemudian”.
Bagaimana Cara Mengetahui Nasikh
dan Mansukh ?
Nasikh dan mansukh dapat diketahui
dengan salah satu dari beberapa hal berikut :
1.
Pernyataan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, seperti sabda beliau
:
كنت نهيتكم عن زيارة اْلقبور
فزوروها فإنها تذكر الأخرة
”Aku dahulu pernah melarang kalian
untuk berziarah kubur. Maka (sekarang) berziarahlah kalian, kerana hal itu
dapat mengingatkan akhirat” (HR.
Muslim).
2.
Perkataan shahabat.
3.
Mengetahui sejarah, seperti hadits Syaddad bin ‘Aus :
أفطر الحاجم والمحجوم
”Orang yang membekam dan yang dibekam
batal puasanya”
(HR.
Abu Dawud);
dinasakh oleh hadits Ibnu ‘Abbas :
أن النبي صلى الله عليه وسلم
احتجم وهو محرم و احتجم وهو صائم
”Bahawasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam berbekam sedangkan beliau sedang ihram dan berpuasa” (HR.Muslim).
Dalam
salah satu jalur sanad Syaddad dijelaskan bahawa hadits itu diucapkan pada
tahun 8 hijriyah ketika terjadi Fathu Makkah; sedangkan Ibnu ‘Abbas menemani
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan ihram pada saat haji
wadai tahun 10 hijriyah.
4.
Ijma’ ulama’; seperti hadits yang berbunyi :
من شرب الخمر فاجلدوه فإن عاد
في الرابعة فاقتلوه
"Barangsiapa yang meminum khamr maka
cambuklah dia, dan jika dia kembali mengulangi yang keempat kalinya, maka
bunuhlah dia”
(HR.
Abu Dawud dan Tirmidzi).
Imam Nawawi berkata,”Ijma’ ulama menunjukkan adanya naskh terhadap hadits
ini”. Dan ijma’ tidak bisa dinasakh dan tidak bisa menasakh, akan tetapi
menunjukkan adanya nasikh.
Pentingnya Ilmu Nasikh dan Mansukh
Hadits
Mengetahui
nasikh dan mansukh merupakan suatu
keharusan bagi siapa saja yang ingin mengkaji hukum-hukum syari’ah, kerana
tidak mungkin dapat menyimpulkan suatu hukum tanpa mengetahui dalil-dalil nasikh dan mansukh. Oleh sebab itu,
para ulama sangat memerhatikan ilmu tersebut dan menganggapnya sebagai satu
ilmu yang sangat penting dalam bidang ilmu hadits.
Mereka
mendefinisikannya sebagai berikut : “Ilmu nasikh dan mansukh adalah ilmu yang
membahas tentang hadits-hadits yang bertentangan yang tidak mungkin
dikompromikan, dimana salah satu hadits dihukumi sebagai nasikh dan yang lain
sebagai mansukh. Hadits yang lebih
dahulu disebut mansukh, dan hadits yang
datang kemudian menjadi nasikh”.
Karya-Karya yang Disusun Tentang Nasikh
dan Mansukh
Ø Sebahagian ulama
menyusun buku tentang nasikh dan mansukh dalam
hadits, diantaranya :
1.
An-Nasikh wal-Mansukh, karya Qatadah bin Di’amah As-Sadusi
(wafat 118 H), namun tidak sampai ke tangan kita.
2.
Nasikhul-Hadits wa Mansukhihi, karya ahli hadits
‘Iraq, Abu Hafsh Umar Ahmad Al-Baghdadi, yang dikenal dengan Ibnu Syahin (wafat
385 H).
3.
Nasikhul-Hadits wa Mansukhihi, karya Al-Hafidh Abu
Bakar Ahmad bin Muhammad Al-Atsram (wafat 261 H), shahabat Imam Ahmad.
4.
Al-I’tibar fin-Nasikh wal-Mansukh minal-Atsar, karya Imam
Al-Hafidh An-Nassabah Abu Bakar Muhammad bin Musa Al-Hazimi Al-Hamadani (wafat
584 H).
5.
An-Nasikh wal-Mansukh, karya Abul-Faraj Abdurrahman bin
‘Ali, atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnul-Jauzi.
No comments:
Post a Comment